Monday, July 27, 2020

Cinta Ayudia 02


Cinta Ayudia 02
A story by Wati Darma
Part 2

Ayu memarkirkan mobilnya di basement suatu gedung perkantoran. Ia bergegas turun, dan tampak tergesa-gesa berjalan menuju lobi. Kembali melirik, ke arah jam tangan Aigner yang melekat di pergelangan tangannya yang mulus. Jam menunjukkan pukul 11.45 siang. Ia membawa sebuah map  di tangannya, dan paper bag berisi makan siang untuk suaminya.
“Masih keburu,” gumamnya.
Beberapa saat lalu Rangga menghubungi ke rumah, mengatakan bahwa ada berkas penting miliknya yang tertinggal. Berkas yang akan dipakai untuk bertemu klien setelah jam makan siang nanti. 
Sebenarnya Rangga memerintahkan salah satu anak buah di restoran ibunya, untuk mengantarkan berkas tersebut ke lokasi gedung tempat rapatnya bersama klien nanti. Namun, Ayu bersikeras mengantarkannya sendiri. Dan tak lupa, ia juga membuat bekal makan siang untuk suaminya, supaya Rangga tidak harus keluar pada saat jam makan siang nanti.
Kehidupan Ayu setelah menikah tidak jauh dari mengurusi Della, rumah dan juga membantu di restoran tempat usaha keluarga mertuanya. Dari subuh sampai malam, hidupnya hanya didedikasikan untuk keluarga Aditya. Semua rasa senang, lelah dan sedih ia rasakan sendiri, terlebih setelah ibunya meninggal dunia. Hanya ada Jessi sahabatnya, itupun mereka jarang bertemu padahal jarak rumah tidak terlalu jauh.
Sudah beberapa hari sejak wisuda, Rangga kembali pulang ke rumah dan langsung bekerja di perusahaan yang telah merekrutnya. Menurut ayah mertuanya, pekerjaan sampingan yang Rangga lakukan bersama teman-temannya mengantarkannya pada seseorang yang tertarik dengan bakat dan kemampuan suaminya itu. Teguh, pria yang ia kenal saat wisuda waktu itu, juga masuk di perusahaan yang sama.
Ayu sangat bahagia dengan kepulangan Rangga ke rumah, terutama putri kecil mereka, Della. Gadis kecil itu, menempel erat ke ayahnya selama beberapa hari ini. mulai dari bangun tidur sampai terlelap kembali, hanya Rangga yang Della inginkan. 
Ayu sedikit pun tidak merasa tersisih, hanya tersenyum bahagia karena putrinya kini bisa tersenyum lebih sering daripada biasanya. Ia ingin memperbaiki pernikahannya kembali, apalagi saat ini mereka kembali tinggal satu atap. Ia yakin bisa merebut perhatian suaminya dan mempertahankan pernikahan mereka.
Ayu telah tiba di lobi gedung. Meraih ponsel yang berada di dalam tas, mencoba menghubungi sang suami dan mengabarinya bahwa ia telah berada di gedung ini.
Tutt … tuttt ... tutt …
Ayu masih mencoba menghubungi nomer Rangga tapi tetap tidak diangkat. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling lobi gedung, mulai ramai oleh para karyawan yang turun dari lantai atas untuk bersiap mencari tempat makan siang. Manik matanya menangkap bayangan seseorang ia cari.
“Mas….” Kata-katanya menggantung setelah melihat siapa yang mengikuti suaminya dari belakang. Seorang wanita berjalan cepat menyejajarkan langkahnya dengan Rangga, lalu mereka bergandengan tangan.
Ayu dengan cepat membalikan tubuh, menghindar supaya kedua orang itu tidak melihatnya. Di hadapannya ada kaca besar yang menampilkan bayangan di sekelilingnya. Walaupun ia membelakangi mereka, tapi ia dapat melihat dengan jelas Rangga dan Dessi berjalan berdua sambil bercanda dan tertawa dari pantulan kaca tersebut.
Sakit, Ya Allah ..
Iya, Ayu merasakan nyeri di hatinya melihat senyum yang terlukis di wajah Rangga. 
Senyum yang jarang ia lihat saat pria itu bersamanya, tapi kini dia tertawa lepas saat bersama wanita itu. Dessi, wanita yang Rangga sukai sejak di bangku SMA, juga wanita yang sama yang ia lihat pada saat wisuda Rangga beberapa hari lalu. 
Ayu tidak mengira jika Rangga masih bertemu dengan Dessi setelah hari itu. Ia mengira Dessi dan Rangga bersama, karena kebetulan mereka satu kampus di Yogya, tapi ternyata mereka juga bersama-sama saat di Jakarta.
Rangga, apakah kamu menjalin hubungan dengan Dessi di belakangku?.
Airmata mengalir di pipinya, sadar akan keadaan yang tidak pernah berubah sejak dulu.
‘Sampai saat ini ternyata hatimu masih miliknya, walaupun ada Della di antara kita, kamu tetap tidak berubah, Mas.’ Desah Ayu bermonolog.
🍀🍀🍀
Flash back ..
Ayu, Rangga dan Jessi keluar dari ruangan kelas sambil tertawa dan bercanda. Mereka bertiga adalah sahabat sejak SMP, dan saat SMA mereka juga memilih sekolah yang sama.
Pernah dengar pepatah yang berkata bahwa tidak ada persahabatan antara pria dan wanita, karena pasti ada yang menyimpan rasa di salah satu insannya. 
Itupun yang terjadi pada Ayu. Ia menyukai Rangga, cinta pertamanya. Namun sayangnya, Rangga hanya murni menganggap dirinya sebagai sahabat bahkan adiknya. Tubuh mungil Ayu sering menjadi bulan-bulanan Rangga. Dengan postur yang tinggi tegap, dia sering menggoda Ayu dan meledeknya karena tubuh mungilnya.
Ayu hanya menikmati perasaannya sendiri. Ia tidak ingin menunjukkan ataupun mengutarakan isi hatinya kepada Rangga, karena ia sudah nyaman dengan persahabatan mereka. Lagipula saat ini ada seorang gadis yang disukai oleh pria itu.
“Jess, Ayu, gue duluan yak. Mau pedekate sama Tuan Putri,” 
Ucap Rangga, saat melihat pujaan hatinya keluar dari kelasnya.
Ayu dan Jessi menoleh ke arah Rangga, yang berlari menuju seorang gadis yang baru keluar dari kelasnya. Wanita itu Dessi Anandari, siswi baru di sekolah ini yang membuat hampir semua laki-laki tergila-gila melihatnya, termasuk juga Rangga.
“Cantikan elo kemana-mana padahal, Yu,” celetuk Jessi.
“Cantikkan Dessi kok. Badannya bagus kayak model, tinggi, wajahnya putih bersih, hidung mancung. Nggak kayak gue yang badan nya pas-pasan, malah sering dikira anak SMP,” balas Ayu.
“Itukan karena dia modalnya gede makanya bisa kayak gitu. Elo juga kalo dimodalin mah lebih cantik dari Dessi. Gue kalo jadi cowok milihnya elo deh, Yu. Sayangnya gue cewek, hehehehe.  Tampang elo itu polos kayak bocah, tambah badan yang imut-imut, memang bikin elo keliatan kayak anak SMP. Baby face muka lo, iri gue.”
“Bilang aja gue kayak kurcaci! Susah amat.” Ayu mencebik.
“Elo tuh nggak pendek, Ayu. Jangan kemakan omongan si Rangga deh. Emang dianya aja yang kaya tiang listrik. Coba kalo badan elo berisi sedikit nggak ceking begini, plus dipoles dikit mukanya, pasti bakal keliatan cantik. Nggak kalah sama Dessi.”
“Gue mau sekolah, Jessi, bukan mau kondangan pake dipoles segala. Lagian kalo bener gue secantik yang elo bilang, nggak mungkin Rangga nggak suka sama gue kan? Ini dianya biasa aja. Dia nggak pernah mandang gue sebagai ‘wanita’.”
Jessi cuma menghela napasnya pelan, susah meyakinkan sahabatnya satu ini untuk lebih percaya diri dan mengejar cintanya.
“Terserah elo aja deh, Yu. Asal lo jangan sedih dan nangis di hadapan gue gara-gara si Rangga ya.”
“Nggak Jess, gue cuma pengen liat Rangga bahagia. Itu udah cukup buat gue.”
Ayu tersenyum lemah, menyadari perasannya yang tidak akan berbalas oleh Rangga. 
Sahabatnya itu kini tengah dimabuk cinta. Senyum bahagia terlukis di bibirnya. Binar-binar bahagia di matanya begitu terlihat, saat berbicara dengan wanita pujaan hatinya.
Flash back off
🍀🍀🍀
Ayu mengusap airmata dengan punggung tangannya. 
Ia berjalan menuju meja resepsionis, untuk menitipkan berkas penting milik Rangga.
“Mbak, minta tolong boleh ya. Saya titip map ini untuk tuan Rangga Aditya dari perusahaan konstruksi Wiraraja, akan di ambil setelah jam makan siang. Dia akan mengadakan pertemuan klien di sini. Saya sudah sampaikan, kalau mapnya saya titip di meja resepsionis,” 
Ucap Ayu, sambil menyerahkan mapnya ke resepsionis yang terus memandangi dirinya.
“Baik, Mbak. Nanti saya sampaikan. Ada lagi yang lain bisa saya bantu?” tanya resepsionis itu.
Ayu hendak mengulurkan kotak makan siang untuk Rangga, tapi menariknya kembali. 
Ia tahu Rangga tidak akan menyentuh makanannya, karena saat ini ia sedang menikmati makan siang dengan pujaan hatinya. 
“Itu aja, Mbak. Terima kasih ya.”
“Iya, sama-sama.”
Ayu cepat-cepat keluar dari lobi gedung, berjalan menunduk. 
Sengaja menguraikan rambut panjangnya ke samping, untuk menutupi wajahnya yang kini dihiasi aliran airmata. Ia mengingat kembali senyum lebar yang menghiasi wajah tampan suaminya, dan manik mata yang memancarkan kebahagiaan.
Ia sakit hati, cemburu, juga sedih. 
Sakit hati karena selama empat tahun pernikahan mereka, Rangga tidak pernah mesra seperti itu padanya. Rasa cemburu, karena ternyata di hati sang suami tidak pernah ada dirinya walaupun sudah hadir seorang anak diantara mereka. 
Rasa sedih ia juga rasakan, karena  sudah lama Ayu tidak pernah melihat senyuman seperti itu. Senyuman yang ia lihat saat mereka masih bersekolah dulu. Saat Rangga masih menjadi milik Dessi. Sedih karena sebenarnya, dirinyalah penyebab senyuman itu menghilang dari wajah sang suami. Ialah yang memaksakan diri, untuk menjadi istrinya Rangga.
Brukkk…
Ayu menabrak seseorang, dan menyebabkan kantung  makanan yang dibawa oleh orang itu tumpah berserakan.
“Punya mata nggak sih!!!” bentak pria itu.
Ayu melihat kantung makanan berlogo restoran terkenal milik pria itu, kini sudah tercecer di lantai. Ia sangat menyesali kecerobohannya, lalu memunguti makanan yang sudah berserakan di lantai, lalu membuangnya ke tempat sampah.
“Maaf … maaf …maaf, Pak. Maafkan kecerobohan saya,” 
Ucap Ayu sambil membungkukkan tubuhnya berulang-ulang, meminta maaf ke pria tersebut.
“Kamu pegawai di sini ya? Di divisi mana? Kupastikan kamu dipecat hari ini juga! Kamu telah berani membuat aku kelaparan di jam makan siangku,” hardik pria itu.
“Bukan, Pak. Saya bukan karyawan di sini. Maafkan saya, Pak. Maafkan saya. Ini bekal makan siang buatan saya, untuk mengganti makan siang anda.”
Pria itu sempat menepis paper bag yang disodorkan kepadanya. 
“Aku tidak mau makan makanan yang tidak jelas asal usulnya. Sialan … pergi dari hadapanku sekarang juga!”
Ayu kembali mengambil paper bag yang telah dihempaskan oleh pria itu. 
Ia mengangkat wajah, dan menyampirkan paper bag itu di tangan pria itu. 
“Tolong terima ini sebagai permintaan maaf saya, Pak. Maafkan kecerobohan saya. Setidaknya ini dapat mengganjal perut, sambil menunggu makanan lain yang Anda inginkan. Sekali lagi saya mohon maaf, Pak.”
Ayu langsung berlari ke parkiran, meninggalkan pria itu dengan kantung makanan miliknya. Sementara, pria itu bergeming di tempatnya berdiri. 
Terpana dan kaget dia rasakan, saat wanita tadi mengangkat wajah dan mengingatkannya pada seseorang.
🍀🍀🍀
Alden Richards masuk ke ruangan kerjanya dengan wajah ditekuk dan ekspresi kesal, sementara di dalam ruangannya telah ada seorang wanita paruh baya yang menunggunya sejak setengah jam yang lalu.
“Loh, kenapa mukamu begitu Al? Serem banget mami liatnya,” tanya bu Riana.
Alden tidak menjawab pertanyaan ibunya itu. Ia hanya membuka jas dan melonggarkan dasinya.
“Pesenan Mami mana, Sayang? Udah laper nih,” tanyanya lagi.
Alden masih terdiam, menyodorkan sebuah paperbag ke hadapan bu Riana. 
Sementara wanita itu melihat ke dalam paperbag tersebut, dan mengambil sebuah kotak makan berwarna ungu tua dari dalam kantung. Saat membuka kotak makanan itu, seketika harum masakan rumahan menyebar di seluruh ruangan milik anaknya tersebut. Di bagian atas kotak makanan tersebut, ada capcay seafood dengan tempura udang, orek tempe pedas, dan dadar jagung.
“Wanginya bikin air liur Mami netes, Al. Kayaknya enak. Kamu dapet dari mana? Kayaknya ini bukan dari resto yang Mami pesan deh.”
“Memang bukan, Mih” 
Jawab Alden sambil menghela napasnya, lalu menceritakan apa yang terjadi pada saat di parkiran tadi.
“Hihihi … Kamu itu ya, memang nggak bisa marah. Kalau liat perempuan nangis pasti luluh,” ujar bu Riana.
Ya, aku tidak bisa melihat seorang wanita menangis di hadapanku. Itu mengingatkan  pada seseorang di masa lalu.
“Ehmm … enak loh, Al. Banget malah. Kalah masakan mbak Sumi di rumah kita,” 
Ucap bu Riana, sambil menyendokkan makanan ke mulutnya. Ia lalu menyendokkan nasi dan mengarahkannya kepada anaknya.
“Nggak mau ah. Kalau Mami suka abisin aja.”
“Aaaa dulu … Cobain, Al. Nyesel kamu kalau nggak nyicipin ini,” 
Bujuk bu Riana yang akhirnya dituruti oleh putranya. Sendok makanan itupun masuk ke dalam mulut Alden, lalu dikunyahnya perlahan.
Enak.
“Betul kan? Apa Mami bilang, pasti kamu suka. Oh iya, apakah wanita itu cantik? Bisa jadi menantu idaman nih kalau pinter masak dan juga cantik,” 
Ucap bu Riana sambil melirik ke arah anaknya yang hanya mengendikkan bahunya tak bersemangat, seolah menjawab ‘bukan urusanku’.
Cantik, Mih. Sayang … matanya penuh dengan luka dan kesedihan.

Bersambung

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER