SA'AT HATI BICARA 47
(Tien Kumalasari)
Bagaimanapun para pencari juga letih, dan tentu saja lapar. Disebuah warung mereka berhenti, makan dan minum. Dita sedikit merasa segar, karena sesungguhnya diapun lapar.
"Sebenarnya aku curiga pada pak tua itu," tiba2 kata Agus.
"Curiga bagaimana?" tanya Panji.
"Pak tua itu bilang ada menantu dan cucunya datang malam itu. Aku merasa dia berbohong. Jangan2 yang dimaksud menantu dan cucunya itu adalah Santi dan Sasa."
"Nah, aku juga merasa begitu, kata Dita."
"Ini hanya perasaan aku saja. Bagaimana kalau kita coba kembali kesana?"
Mungkin karena ada semacam ikatan yang tak terasa sebelumnya, bahwa ada seseorang yang dekat dengan tali batinnya, dan itu adalah ikatan antara ayah dan anak. Sayang sekali Agus baru mengatakannya sekarang.
"Mengapa kita tidak mencurigainya sejak tadi?"
"Aku juga tak tau, ada perasaan seakan akan ada yang bisa kita temukan disana. Aku merasa ada nafas anakku," kata Agus sendu.
"Kalau tadi bapak mengijinkan kami menanyainya, kami pasti bisa memaksa dia mengaku," kata salah seorang polisi.
"Ya juga sih, tapi aku hanya menjaga perasaan saja. Tadi kan sudah malam, dan kita sudah mengganggunya.
"Kalau benar yang kita cari ada disana, pak tua itu bisa kita tuntut karena menyembunyikan penjahat."
"Oke, kita ajak bapak2 itu kembali kesana.Mudah2an apa yang dirasakan Pras ini benar adanya."
***
Pagi iu masih remang, Maruti sudah rapi dan bersiap pulang untuk membawa pakain kotor ibunya. Ada rasa lega ketika tadi Dita menelpon, walau masih merasa sedih karena Sasa masih berada ditangan ibunya. Dilihatnya bu Tarjo sudah dibersihkan oleh perawat, diganti perbannya, dan juga pakaiannya sudah berganti dengan yang bersih. Maruti mendekati ibunya.
"Ibu, Ruti mau pulang dulu, membawa pakaian kotor ini. Ibu mau disuapin sekarang?"
"Nggak nduk, ibu sudah bisa makan sendiri, kamu kan mau kerja, jadi sebaiknya kamu pulang dulu, mempersiapkan semuanya. Kamu nggak usah terlalu memikirkan ibu. Ibu sudah nggak apa2."
"Iya bu, kalau Dita pulang nanti akan Ruti suruh menemui ibu," kata Maruti yang sudah merasa yakin bahwa Dita tak lama lagi akan segera kembali.
"Iya Rut, ibu sudah kangen. Ibu ingin memeluknya, apalagi setelah mendengar dia sehat."
Maruti terharu, air matanya mengambang, lalu diciumnya tangan ibunya.
Dering telephone yang tiba2 berbunyi membuat langkahnya berhenti.
"Mas Panji?"
"Hallo mbak , kangen ya sama mas Panji?" suara dari seberang..
"Dita.. ya ampun.. kamu nih. mBak masih dirumah sakit, ini mau pulang dulu."
"Dita ya? Tanya bu Tarjo.
"Iya bu.. sebenrntar."
Lalu Maruti berbicara pelan sekali :" Dita, kalau ibu bertanya, bilang bahwa kamu sedang menunggui Laras dirumah sakit ya, begitu aku bohongnya sama ibu, habis nanyain kamu terus."
"Haaa? mBak Laras sakit apa?"
"Sssshh.. kok teriak sih. Iya, Laras kecelakaan tiga hari yang lalu, aku bilang sama ibu bahwa kamu nggak bisa kemari karena menungguin dia," kata Maruti masih dengan berbisik.
"Waduuh, baiklah, mana ibu."
"Bu, ini Dita," kata Maruti sambil mengangsurkan ponselnya pada ibunya.
"Hallo, Dita ?"
"Iya bu, Dita kangen banget sama ibu, mungkin nanti Dita mau kemari, ibu sabar ya?" suara Dita mengandung isak.
"Iya nduk, ibu juga kangen, kamu kalau kemari nggak pernah ketemu ibu."
"Iya bu, mbak Laras harus ditungguin. Bagaimana keadaan ibu ?"
"Sudah baik nduk, tinggal luka2 ini, tapi kayaknya ibu bisa merawat sendiri lho, ibu pengin pulang."
"Jangan tergesa gesa bu, harus sehat benar baru boleh pulang. Ya sudah bu, mbak Ruti kan harus masuk kerja."
"Dita, benarkah kamu sebenarnya nggak sakit apa2?"
"Dita sehat bu, sangat sehat. Ibu jangan khawatir. Sudah ya bu, nanti kita ketemu."
Bu Tarjo sangat gembira. Wajahnya berseri seri. Maruti senang melihatnya.
***
"Apa kabar, manis?" sapa Maruti ketika sebelum masuk kekantor mampir sebentar kerumah sakit dimana Laras dirawat.
"Aku sudah nggak apa2, cuma luka ini, aku pengin pulang saja."
"Sabar dong Ras, nanti biar dokter memeriksa kamu dulu, kalau sudah nggak apa2 juga pasti boleh pulang."
"Aku sedih mendengar Sasa dilarikan ibunya. Bagamana sekarang? Sudah mendapat kabar belum?"
"Itulah, aku juga prihatin. Tadi Dita menelpon, "
"Oh, Dita sudah bisa meeelpon?"
"Dita dilepaskan, tapi Santi membawa kabur Sasa, sampai sekarang belum diketemukan."
"Perempuan itu jahat sekali, atau mungkinkah dia gila?"
"Semoga polisi akan segera menangkapnya."
"Ya, semoga. Kamu mau masuk kerja?"
"Iya, tapi mampir kemari karena sejak kemarin aku belum melihat keadaanmu."
"Terimakasih banyak ya."
Maruti keluar dari rumah sakit itu dan segera menaiki ojek online yang tadi dipesannya. Maruti sama sekali tak tau, bahwa seorang wanita dan anak kecil yang digendongnya baru saja memasuki rumah sakit itu. Dia adalah Santi. Sejak semalam Sasa rewel, dan sekarang badannya panas, diare tak henti2nya. Ia tak mau kerumah sakit tempatnya berpraktek. Dengan rambut palsu berwarna kecoklatan dan kacamata besar yang hampir menutupi seluruh wajahnya dia memasuki rumah sakit itu. Sasa harus segera mendapat pertolongan. Santi cemas sekali.
Tak seorangpun mengenali wajah Santi yang sama sekali berubah, seandainya ada kenalan atau temannya ada disana.
Begitu memasuki ruang perawatan, Sasa menangis keras.
"Papaaa... papa... aku mau papaaa.."
"Tenanglah sayang, kamu harus diobati dulu. Perutnya sakit kan? Nanti kalau sudah sembuh, kita ketemu papa ya?"
Dokter jaga yang seharusnya mengenal Santi sama sekali tak mengira bahwa itu temannya.
"Diam sayang... o.. perutnya sakit ya? Ya.. nanti.. pak dokter akan kasih obat, supaya sembuh. Ya."
"Bu, anak ibu harus di infus, dia kekurangan cairan. Untung ibu segera membawanya kemari. Obat akan disuntikkan melalui infusnya. Badannya juga panas. Ia harus opname untuk beberapa hari."
Santi mengangguk angguk. Ia pura2 tak mengerti tentang penyakit dan tindakan yang dilakukan dokternya. Ia menunggui dan menghibur Sasa yang tak henti2nya menangis, apalagi ketika jarum infus ditusukkan kelengannya.
***
"Permisi..." sapa Panji dan Agus hampir bersamaan ketika tiba dirumah pak tua. Dilihatnya Bejo anak pak tua sedang mentrarter sepeda motornya.
"Ya, mangga mas, mau mencari siapa ya?"
"Bapak tua yang ada dirumah ini, ada?"
"Oh, itu bapak saya mas, ada apa ya?"
"Cuma mau tanya, tadi malam ada seorang wanita dan anak kecil datang kemari, katanya menantu bapak tua itu, benarkah?"
"Lho, ini memang aneh. Tapi hapak saya itu memang sudah rabun mas, sering keliru mengenali orang. Lha itu saya juga baru omong2 sama isteri saya. Begini, tadi malam itu ada seorang wanita dan anak kecil, masuk kemari, nggak tau maksudnya apa, bapak mengira itu isteri saya dan anak saya. Lha wong isteri saya baru datang pagi ini tadi."
"Lalu dimana perempuan yang semalam datang itu?" tanya Agus penuh harap.
"Lha saya juga nggak ketemu, kata bapak saya, anaknya sakit, lalu dia akan membawanya kerumah sakit. Wanita itu dikira isteri saya. Lha kok mbaknya itu ya diam saja, tidak menyanggah kata2 bapak saya wong namanya bukan Sumi. Sumi itu isteri saya."
"Jadi dia sudah pergi?"
"Sudah mas, katanya kerumah sakit."
***
No comments:
Post a Comment