Tuesday, March 31, 2020

Lastri 36

LASTRI  36
(Tien Kumalasari)
Timan tertegun, langkahnya terhenti dan kakinya terpaku dalam getar-getar ketakutan.
"Bag..gaimana bu?" tanyanya gugup.
"Tekanan darahnya ngedrop terus, dokter sedang menanganinya."
"Sabar bu, sabar, saya akan segera kembali kemari. Semoga bisa membawa Lastri."
"Mana dia, bisakah aku bicara?"
"Ya bu, tunggu..."
Timan masuk kedalam ruangan, dilihatnya Lastri sedang bercanda dengan pak lurah dan bu lurah Marni.
"Lastri, ini telephone buat kamu," kata Timan seraya mengulurkan ponselnya.
"Hallo," sapa Lastri.
"Lastriiii... ini kamu?" bu Marsudi langsung menangis keras, meledak-ledak.
"Ibu, iya.. ini Lastri, bagaimana kabar ibu?"
"Bayu kritis, segera datang nduk... "
Gemetar tangan Lastri, ponsel itu diulurkannya kepada Timan, dan sebelah tangannya berusaha mencabut jarum infus yang masih menancap ditangannya. Mardi terkejur, dan menangkap tangan Lastri.
"Jangan Lastri, tunggu sebentar. Nanti darahmu akan mengucur keluar."

 
"Aku mau pulang, aku harus ke Solo, aku mau ketemu mas Bayu," katanya dengan berlinangan air mata.
Marni memanggil perawat karena Lastri meronta-ronta ingin melepas jarum infusnya. Mardi memegangi tangan itu dengan kencang.
Timan menjauh, karena bu Marsudi masih belum menutup ponselnya.
"Bu, ibu sabar ya, tampaknya Lastri ingin segera datang kemari. Bisikkan ditelinga mas Bayu bahwa Lastri dalam perjalanan kemari."
"Baiklah nak, aku membuat Lastri panik bukan? Aku mendengar dia menangis dan berteriak-teriak."
"Benar bu, dia langsung minta pulang. Bu lurah sedang memanggil dokternya."
"Ya nak, segera datang dan membawa Lastri ya," kata bu Marsudi masih dengan isaknya.
"Baik bu, bersabar dan terus berdo'a ya bu."
Timan mundur karena dia sedang berdiri didepan pintu, sementara dokter dan perawat masuk melalui pintu itu.
"Bagaimana, mbak Lastri?" tanya dokter muda itu ramah.
"Dokter, lepas infusnya, saya mau pulang," tangis Lastri. Mardi masih memegangi sebelah tangannya.
"Sudah mas, nggak apa-apa, biar perawat melepasnya,"kata dokter yang kemudin memeriksa Lastri. 
"Masih pusing?"
Lastri menggeleng.
"Masih merasakan apa? Sakit? Mual?"
Lastri menggeleng lagi. Ia melihat laporan tekanan darah Lastri, baik dan normal. Tak ada yang perlu dikhawatirkan.
"Baiklah, mbak Lastri boleh pulang sekarang."
Lastri hampir bersorak kegirangan. Ia langsung duduk.
"Pelan-pelan ya, jangan langsung berdiri dan berjalan, nanti pusing lagi," kata pak dokter.

 
 Lastri turun dari ranjang, berdiri dan diam sebentar.
"Pusing?"
Lastri menggeleng. 
"Mas Timan, ayo antarkan aku," rengek Lastri tanpa malu-malu."
"Tapi mobilku dirumah pak lurah."
"Mas Timan bawa mobil saya saja, biar cepat. Nanti kalau keadaan sudah tenang baru mas Tman bisa mengambil mobilnya kembali.
"Termakasih banyak pak lurah, Tapi pak lurah pulang naik apa?"  kata Timan sambil memegang lengan Lastri.
"Itu gampang, saya bisa menyuruh orang menjemput kemari. Sekarang saya mau menyelesaikan administrasinya dulu. "
"Ini kunci mobil saya pak lurah, terimakasih banyak, saya mau pergi sekarang."
"Lastri, kamu harus mengganti bajumu lebih dulu. Itu daster rumahan. Dan kamu nggak pake sepatu atau sendal. Aku bawakan baju yang lebih pantas, dan sendal juga." kata Marni sambil memberikan bungkusan baju ganti dan sendal yang dibawanya dari rumah.
"Iya, berganti pakaian dulu sebentar, supaya lebih pantas. Masa mau ketemu pacar penampilan jelek seperti itu." sambung Timan menggoda.
Lastri menurut, berganti pakaian milik Marni yang dibawakannya, dan mengenakan sendal yang kebetulan pas dikakinya. 
"Terimakasih yu, Lastri memeluk Marni setelah berganti pakaian, dan menarik tangan Timan agar segera berangkat.
***
Timan membawa Lastri pulang ke rumah keluarga pak Marsudi. Sepanjang jalan Lastri tersedu, dia tak mengira Bayu memikirkannya sampai sekarang. Lastri merasa berdosa mengira Bayu sudah mendapatkan gadis lain.
"Masih pusing?" tanya Timan yang masih merasa khawatir.
"Nggak mas, aku sangat sehat. Aku hanya ingin segera sampai."
"Sabar ya..."
"Bagaimana kalau terjadi apa-apa atas mas Bayu? "
"Jangan berfikiran buruk Lastri, berdo'a demi kesembuhannya ya?"
"Apa yang terjadi dengan mas Bayu setelah aku pergi ?"
"Dia seperti orang bingung. Setiap kali sedang sedih dia pasti datang kerumah. Suatu ketika pak Marsudi ingin mengenalkannya dengan salah seorang anak temannya, gadis itu cantik,  tapi mas Bayu menolak mentah-mentah. Sekarang gadis itu menjadi pacarnya mas Sapto."
"Kasihan mas Bayu, aku merasa bersalah."
"Kamu tidak bersalah Lastri. Kamu pergi karena menghindari kemarahan pak Marsudi."
Banyak cerita Timan tentang Bayu, yang semuanya membuat hatinya teriris pedih.Serasa ingin terbang agar segera bisa menemui kekasih hatinya.
***
 "Sudah bu, jangan menangis lagi, sabar, dokter sudah menanganinya, Bayu pasti akan tertolong."kata pak Marsudi yang berusaha menenangkan hati isterinya.
"Mengapa Lastri belum datang juga?"
"Mestinya sedang dalam perjalanan, sabarlah bu."
"Bapak harus berjanji, nanti kalau Lastri datang bapak harus bersikap manis pada Lastri."
"Iya, aku janji."
"Bukankah bapak akan mengambil Lastri sebagai menantu?"
"Iya, aku janji."
Bu Marsudi berdiri dan masuk kedalam ruang ICU. Dilihatnya Bayu masih terbaring lunglai. Beberapa alat terpasang ditubuhnya. Seorang perawat menunggui dan terus melihat perkembangannya.
"Bagaimana anak saya, suster?"
"Sudah lebih tenang bu," jawab perawat sambil menepuk-nepuk tangan bu Marsudi.
Bu Marsudi mendekat. Digenggamnya tangan Bayu erat-erat, kemudian dibisikkannya sesuatu ditelinga Bayu.

 
"Bayu, anakku, kamu harus sembuh. Lastri akan segera datang," itu kata-kata yang selalu dibisikkannya ketelinga Bayu setiap sa'at.
"Ma'af bu, mohon ibu keluar dulu, saya akan mengganti infusnya dan menyuntikkan obat kedalamnya. Diharapkan ini adalah obat terakhir yang bisa menlongnya."
Bu Marsudi keluar sambil mengusap air matanya. Hatinya bergetar mendengar kata-kata suster itu. Obat terakhir? Jadi kalau itu tak menolong maka anaknya akan mati?
"Sudah bu, sabar dan tenangkan hati ibu. Duduklah saja disini," kata pak Marsudi.
Sepasang orang tua yang penuh duka itu duduk dikursi tunggu,  bersandar seakan tanpa daya. Mulutnya berkomat-kamit melantunkan do'a. 
Tiba-tiba terdengar langkah-langkah kaki, setengah berlari, mengejutkan keduanya. Seorang gadis dengan rambut digelung , dan wajah pucat menghampiri mereka/
"Lastri!!" teriak bu Marsudi.
Lastri bersimpuh dihadapan kedua orang tua Bayu, menciumi tangan mereka satu persatu sambil air matanya bercucuran.
"Kemana saja kamu nduk?" tanya bu Marsudi sambil memeluk Lastri.
"Aku bersalah sama kamu Lastri, ma'afkan aku ya,"kata pak Marsudi penuh penyesalan.
"Nggak apa-apa pak, Lastri sudah melupakannya. Mana mas Bayu? Mana mas Bayu?" isaknya sambil melepaskan pelukan bu Marsudi.
"Dia ada didalam, masuklah dan katakan bahwa kamu telah datang."
Lastri berdiri dan berjalan memasuki ruang ICU.
Bu Marsudi tampak sedikit lega. Ada sejuta harapan dengan datangnya Lastri. Semoga ada keajaiban, karena bukankah derita yang disandang Bayu adalah karena kehilangan Lastri."
"Selamat siang bu, pak," Timan muncul tak lama kemudian.
"Oh, jadi Lastri sama nak Timan? Aku sampai lupa menanyakannya tadi."
"Iya bu, bukankah saya telah berjanji? Mana Lastri?"
"Sudah masuk keruang ICU."
Tapi tiba-tiba Lastri keluar sambil menangis. Hampir copot jantung bu Marsudi melihatnya.
"Ada apa Tri? Bayu kenapa?"
"Mana mas Bayu, saya tidak menemukan mas Bayu." tangisnya.
"Dia ada diruang 3. Bukankah ada suster yang menjaganya? "
"Tidak ada bu, mana dia?"
Bu Marsudi berdiri lalu menggandeng Lastri masuk kembali. Disebuah ruang bu Marsudi berhenti.
"Itu Bayu.."
Lastri tercengang. Laki-laki brewok berambut gondrong itu Bayu?
Lastri mendekat, mengawasi dengan seksama.
"Ya Tuhan, benar dia, bibir itu, hidung itu, mata itu, milik mas Bayu," kata batinnya yang kemudian menubruknya dan menangis sesenggukan.
"Mas Bayu.. mas Bayu.. bangun mas, aku Lastri.. aku Lastri sudah datang unuk mas Bayu.. bangun mas.. jangan begini. Kalau kamu mati aku juga akan mati bersama kamu mas.." 

 
Bu Marsudi tak bisa menahan air matanya. Ia meninggalkan Lastri dan membiarkannya melampiaskan kerinduan diantara keduanya. Apakah Bayu bisa merasakannya?
"Dengar mas, aku juga menderita tanpa mas Bayu, aku menangis setiap hari mas. Mengapa kamu begini? Bukankah banyak gadis cantik ada disekelilingmu? Aku hanya gadis desa, tak punya pangkat dan derajat, mengapa bisa membuatmu begini? Bangun mas, jangan begini.. jangan biarkan aku terus menangisimu mas... banguun.."
Lastri terus menciumi tangan Bayu, keningnya, lalu terus menerus membisikkan kata-kata penuh rindu yang keluar dari bibirnya. 
"Lihat aku mas, aku kemari tanpa membawa apapun demi kamu. Selmbar pakaian yang aku bawa adalah pakaian yu Marni, isteri lurah desa, yang juga sahabatku. Sendal yang aku pakai juga milik yu Marni. Aku ingin segera melihat kamu mas, ketemu kamu dan memeluk kamu. Bangun maaas.. kasihanilah aku.. Aku akan terus mengabdi dan melayani kamu, aku akan selalu ada disamping kamu mas. Aku Lastri, tidakkah mas Bayu mengenali suaraku. Maaas, buka matamu dan pandang aku, berikan senyum kamu yang selalu membuat hatiku bergetar, yang kemudian menumbuhkan cinta yang terpendam. Bangun mas.. jangan pergi.. kalau kamu pergi aku harus ikut bersamamu. Biarlah kita mati bersama mas."
Lastri masih meremas telapak tangan Bayu, air matanya terus mengucur. Sesekali ditempelkannya tangan itu dipipinya.
Tiba-tiba Lastri seperti merasakan sesuatu. Jari yang digenggamnya seperti bergerak pelan. Lastri melepaskan genggamannya dan mengamati jari-jarinya. 
Itu benar, jari tangan itu bergerak-gerak. 
"Dokteeeer," Lastri berteriak.
Seorang perawat datang. Lastri tak bisa mengucap apapun, ia menunjuk kearah jari tangan Bayu yang terkadang bergerak-gerak.
Perawat lari memanggil dokter. Lastri mundur ketika dokter itu datang. Bajunya basah oleh air mata yang membasahinya.
Dokter yang datang segera memriksa keadaan Bayu. Lalu entah apa lagi yang dilakukannya, Lastri tak henti-hentinya berdo'a.
Tiba-tiba dokter menoleh kearahnya sambil tersenyum.
"Dia akan sadar, dan sembuh. Tekanan darahnya mendekati normal."
Entah karena obat pamungkas yang disuntikkan beberapa sa'at lalu, atau karena kedatangan Lastrilah maka keadaan Bayu jadi membaik. Wallahualam.  Kenyataannya hal membahagiakan itulah yang kemudian didengar oleh telinga Lastri.
Lastri ingin bersorak, tapi justru air matanya yang mengucur lagi. Tak sadar dipeluknya dokter muda itu. Lalu kemudian dia tersipu ketika menyadari sikapnya.
"Ma'af.. aku.. saya.. minta ma'af."kata Lastri tersipu.
"Ibu isterinya?"
Lastri bingung menjawabnya, tapi dia menggeleng malu.
"Calon, barangkali." kata dokter sambil tersenyum, kemudian beranjak pergi, sambil memberi instruksi kepada perawat yang menjaganya.
Lastri kembali mendekati Bayu. Mata itu masih terpejam, tapi wajahnya tak sepucat tadi. Lastri terus menggenggam tangannya, terkadang meremasnya.
Timan yang kemudian ikut masik, melihat Lastri tidak lagi menangis, Melihat Timan, Lastri melambaikan tangannya. 
"Mas Bayu membaik mas, tadi tangannya sudah bergerak-gerak," kata Lastri sambil tersenyum/
"Alhamdulillah. Itu berkat kamu Tri. Dia sungguh-sungguh membutuhkan kamu."
Lastri tersenyum. Ia duduk disebuah kursi yang ada disitu, sambil tangannya tetap menggenggam tangan Bayu.
"Ya sudah, aku akan mengabarkan keadaan ini kepada bapak dan ibu Marsudi." katanya setelah melihat keadaan Bayu.
***
Lastri meletakkan kepalanya pada pinggiran kasur, sambil tangannya terus memegangi tangan Bayu. Ia merasa sangat letih. Semalam dia juga tak bisa tidur, dan hari ini situasi sangat membuat jiwanya lelah. Tak terasa kantuk menyerangnya dan dia tertidur.
Bu Marsudi dan pak Marsudi yang menjenguk kedalam, kemudian tersenyum lalu meninggalkannya. Tentu saja mereka sudah bisa tersenyum, karena Timan sudah mengatakan kalau keadaan Bayu membaik.
Mereka tetap menunggu diluar.
Lastri terlelap, dan bermimpi sedang berlarian disebuah taman bunga bersama Bayu. Lastri bersembunyi dibalik serumpun bunga, dan Bayu tak berhasil menemukannya.
"Lastri.... Lastri..." panggil Bayu. Tapi Lastri tak menjawab, ia sedang menggoda Bayu agar bingung mencarinya.

 
"Lastri... " tapi kemudian Lastri terkejut. Seseorang memegang kepalanya. Lastri membuka matanya. Mimpi itu telah berakhir.
***

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER