Tuesday, March 31, 2020

Lastri 35

LASTRI  35
(Tien Kumalasari)
Pak lurah lari kearah kelurahan, diikuti oleh peronda yang kebetulan sudah pada datang.Diteras kantor kelurahan, sesosok tubuh terbaring disebuah bangku panjang, diam. Beberapa orang mengelilinginya, dan seorang ibu sedang menggosokkan minyak hangat ke tubuhnya.
"Lastri ?" pekik pak lurah Mardi. 
"Iya pak lurah, ini Lastri." kata ibu-ibu yang menggosokkan minyak ketubuh Lastri.
Segera bawa dia kerumah sakit. Aku ambil mobilku dulu
Paklurah Mardi bergegas pulang, Sambil berjalan dia menelpon Timan, mengatakan keadaan Lastri.
"Pak... pak, Lastri sudah ketemu," katanya kepada mbah Kliwon yang sudah setengah tidur.
mBah Kliwon bangun dan segera duduk.
"Mana dia?"
"Ayo cepat, kita ke kelurahan. Pak lurah akan membawanya kerumah sakit."
"Memangnya dia kenapa?" tanya mbah Kliwon sambil mengikuti Timan naik ke mobilnya.

 
"Ditemukan pingsan dikuburan," kata Timan yang memacu mobilnya.
"Berarti tadi itu dia kemakan neneknya dan ayah ibunya. Tapi mengapa sampai pingsan?"
"Kita lihat saja nanti."
Ketika sampai di kelurahan, seseorang sedang mengusung Lastri ke mobil pak lurah. Timan melompat turun dan mendekat.
"Lastri," bisiknya trenyuh. Tubuh itu masih diam tak bergerak.
"Ayo naik mas, pakai mobil saya saja," kata pak lurah Mardi sambil duduk dibelakang kemudi.
Lastri dibaringkan di jok belakang. Timan menemaninya, duduk agak miring karena jok panjang itu hampir penuh oleh tubuh Lastri. Dipandanginya wajah pucat itu dengan perasaan haru yang meng aduk-aduk hatinya. Perempuan luar biasa ini sedang terbaring tak berdaya. Apa yang membuatnya jadi begini?
Timan mengelus kepala Lastri.
"Lastri, Lastri.. sadarlah Lastri," bisiknya berkali-kali, sambil menggosok gosok kedua telapak tangan Lastri/
Tubuh itu sudah tak sedingin tadi, 
"Lastri... sadarlah, mas Bayu menunggu kamu.. Lastri..,"
Tiba-tiba Lastri membuka matanya.
"Lastri. Alhamdulillah, kamu sudah sadar Lastri."
"Aku... kenapa?"
"Lastri, kami sedang membawa kamu ke rumah sakit, kamu tadi ditemukan warga dalam keadaan tak sadar ditepi kuburan."
"Mas Bayu ?"
Timan tersenyum.
"Ada yang menyebut nama mas Bayu," bisiknya lirih.
"Mas Bayu sedang sakit dirumah sakit.Kamu harus kuat dan segera menemui mas Bayu."
Lastri memejamkan matanya. Keadaan didalam mobil agak gelap, dia tak bisa melihat siapa yang ada didekatnya. Kepala Lastri terasa pusing. Mungkin dia juga tak mendengar kata-kata Timan tentang Bayu.

 
Tapi Mardi dan Timan merasa lega karena Lastri telah sadar.
 Sesampai dirumah sakit Lastri langsung dibawa ke UGD.
Harap-harap cemas Timan dan Mardi menunggu hasil pemeriksaan dokter. Timan ingin mengabarkan keadaan Lastri ke bu Marsudi, tapi hari sudah jam 10 malam. Semula ia ragu-ragu, tapi mengingat pentingnya berita ini, maka Timan nekat menelponnya.
Tapi pnggilan itu tidak tersambung, tampaknya ponselnya mati. Mungkinkan bu Marsudi tertidur? Atau jangan-jangan ada sesuatu dengan Bayu? Timan merasa tidak tenang. 
Mardi yang mendampingi Timan menepuk bahunya untuk menenangkannya.
"Sabar mas.." kata Mardi pelan.
Ketika pemeriksaan selesai, diagnose dokter mengatakan bahwa Lastri dehidrasi. Ia mendapat infus, dan diharapkan menginap untuk pemeriksaan lebih cermat. Tak lama setelah itu Lastri dipindahkan kekamar. Hari menjelang pagi waktu itu.
Mardi dan Timan mendekat keranjang Lastri.  Mereka lega karena Lastri sudah tersadar. Tapi masih tampak bingung. Ia memandangi Mardi dan Timan berganti-ganti.
"Lastri," sapa Timan sambil tersenyum.
Seperti mimpi Lastri melihat Timan didekatnya.
"Kamu ingat ini siapa Tri?" tanya Mardi.
"Apakah aku bermimpi?"
"Kamu tidak bermimpi, ayo katakan dia ini siapa.."
"Mas Timan?"
Timan tersenyum. 
"Iya, aku Timan."
"Bagaimana ini, aku bingung.."
"Kamu ditemukan warga pingsan ditepi kuburan. Apa yang kamu lakukan Lastri?"
Lastri termenung, dia pingsan ditepi kuburan.  Ya benar, Lastri tadi menziarahi makam nenek dan kedua orang tuanya. Ia merasa risau. Antara bunyi iklan itu dan keadaan Bayu yang tidak diketahuinya. Ia ingin bertemu Bayu, tapi apakah yang akan dilakukannya itu benar? Bagaimana kalau ketika dia kembali lalu ternyata Bayu sudah ada pendampingnya? Sebenarnya tidak apa-apa, Lastri ingin Bayu bahagia, namun Lastri tak ingin melihatnya. Ia akan terluka.
Siang itu dari puskesmas tempat Marni memeriksakan keadaannya, Lastri langsung pergi ke makam nenek dan kedua orang tuanya. Ia menangis sepuasnya disana. 
"Simbah, apa yang harus Lastri lakukan? Lastri tergoda oleh bunyi iklan setahun lalu, tapi Lastri takut kalau nanti ternyata keadaan akan lebih menyakiti Lastri.," keluhnya sambil terisak.
"Tapi Lastri merindukan dia mbah, tak bisa ingkar, Lastri selalu mencintai dia."
Lastri merangkul batu besar bertuliskan nama neneknya. Ketika ia memunyai sedikit uang, ia membuat makam nenek dan kedua orang tuanya menjadi lebih rapi. Sekeliling makan itu dipagari semen yang berbentuk kotak-kotak. Ia meninggikan tanahnya, dan meletakkan batu-batu besar bertuliskan nama mereka, sehingga Lastri tak usah susah mencari letaknya.
"Nenek, katakan apa yang harus Lastri lakukan."
Lastri duduk disana sambil menumpahkan semua isi hatinya. Walau nisan yang bisu tak memberi jawaban, tapi hati Lastri merasa lebih tenang. Ia merasa tak ada tempat mengadu kecuali ditempat itu. Hari sudah sore, dan remang senja mulai menyelimuti lam sekitar Lastri berdiri dan ingin beranjak pulang.  Tapi tubuhnya terasa lemas. Ia lupa makan sejak pagi, apalagi minum, sementara panas terik menyengat tubuhnya tanpa dirasa sejak siang.  Namun ia terus melangkah. Tertatih langkahnya, Tak seorangpun ada diarea pemakaman itu, ia terus melangkah, sementara tubuhnya semakin lemah. Pada suatu ketika, hampir keluar dari area itu, Lastri roboh, dan tak ingat sesuatupun.
Lastri sadar ketika ada didalam mobil, dan seseorang ada didekatnya. Tapi kepalanya terasa pusing dan tubuhnya lemah tak bertenaga.

 
"Lastri, kamu sudah mengingat semuanya?" tanya Timan sambil menyentuh lengan Lastri.
"Mas Timan? Bagaimana mas Timan bisa ada disini?"
"Aku mencarimu Lastri."
"Kok bisa ?"
"Sebisa yang aku lakukan, aku harus menemukan kamu, nanti kalau kamu sembuh, aku akan mengajakmu pulang."
"Tidak mas, biar Lastri disini saja," jawabnya sendu.
"Tapi Lastri, mas Bayu sedang sakit keras dirumah sakit."
Lastri terkejut. Didalam mobil tadi sayup ada kata-kata seperti itu, yang dianggapnya mimpi. Ternyata benar.
"Sakit apa? Bagaimana dengan isterinya?" tanya Lastri pilu.
Timan tertawa.
"Isteri apa. Mas Bayu sakit karena kamu."
Lastri menatap Timan tak percaya.
"Itu benar, dia sakit-sakitan semenjak kamu pergi. Mana mau dia berpaling kepada gadis lain? Dia hanya mencintai kamu Lastri."
Lastri terdiam. Ia merasa seperti melayang disebuah ketinggian yang membuat kepalanya berdesing. Dengan sebelah tangannya ia memegangi kepalanya. Kata-kata Timan sangat diluar dugaannya.
"Pusing?" tanya Mardi.
"Kepalaku seperti berputar-putar."
"Ya sudah mas Timan, sepertinya Lastri harus beristirahat. Apa kita tinggalkan dulu Lastri dan besok pagi kita kembali?"
Timan mengangguk.
"Lastri, kamu harus beristirahat. Kami pulang dulu, kamu membawa ponsel?"
Lastri menggeleng lemah. Tadi dia tidak membawa apapun.
"Ya sudah, besok aku kembali."
***
Padahal hari sudah menjelang pagi. Tapi Mardi menganjurkan Timan agar tidur barang sejenak, supaya ketika terbangun merasa lebih segar. Timan kembali kerumah Lastri, ia menolak ketika lurah Mardi menawarkan agar menginap dirumahnya. Ketika sampai dirumah, dilihatnya mbah Kliwon masih menunggu, berbaring di tikar yang sejak sore digelarnya, tapi matanya tak bisa terpejam.
"Pak, kok masih terjaga?" tanya Timan karena ketika membuka pintu dilihatnya mbah Kliwon masih terjaga.
"Nggak bisa tidur nak, bagaimana keadaan Lastri?"
"Harus opname pak, tapi tadi sudah sadar dan bisa bicara agak banyak."
"Oh, syukurlah. Rupanya tadi dia kemakam nenek dan orang tuanya."
"Sekarang tidurlah mbah, saya juga mau berbaring sebentar," kata Timan yang segera membaringkan tubuhnya dikursi bambu. Ia merasa sangat lelah, lahir batin. Tapi merasa sedikit lega karena sudah bisa bertemu Lastri. Dipejamkannya matanya, agar segera terlelap.

 
Tapi mbah Kliwon pergi kearah dapur, menjerang air untuk membuat minuman hangat. Ada ketela rambat  yang belum sempat dimasak Lastri, ia juga segera merebusnya. Kemudian sambil menunggu iapun ikut berbaring di tikar. Perasaan lega membuat kantuknya tiba-tiba menyerang. Sementara suara-suara para menyetor sayur dan buah sepertinya sudah berdatangan. mBah Kliwon urung mengikuti rasa kantuknya. Ia melipat tikar dan menunggu air yang dimasaknya mendidih, membuat wedang buat Timan, baru keluar menemui para penyetor sayur.
***
Bayu masih dirawat di ICU. Bu Marsudi tak ingin pulang, ia harus selalu menunggui anaknya dan mendengar tentang perkembangan kesehatannya. Pak Marsudi membawakan tikar, agar bu Marsudi dan dirinya  bisa beristirahat.
Pagi masih buta ketika bu Marsudi membuka matanya. Ponsel milik Bayu mati karena seharian tidak di cas. 
"Jangan-jangan nak Timan menelpon dan mengabari tentang Lastri," gumam bu Marsudi.
Pak Marsudi yang berbaring disampingnya mengambil ponsel itu, lalu bangkit mencari colokan agar bisa menghidupkan ponselnya.
Bu Marsudi memasuki ruang ICU. pasokan darah rupanya sudah dihentikan. Kata perawat yang menjaga, hb nya sudah normal. Tapi tekanan darahnya masih ngedrop. Tapi mereka sedikit lega karena dokter mengatakan bahwa masa kritisnya sudah lewat.
Bu Marsudi mendekati ranjang anaknya. Mata Bayu masih terpejam, wajahnya juga masih tampak pucat. Bu Marsudi mengelus kepala Bayu lembut.
"Bayu, bangunlah nak, jangan membuat ibu sedih.." katanya disertai isak.
Ia terus mengelus kepala Bayu.
"Nak Timan sedang menjemput Lastri,  cepat sembuh ya nak."
Tiba-tiba pak Marsudi menguakkan pintu ICU. Bu Marsudi menoleh ketika pak Marsudi memanggilnya pelan. Dilihatnya suaminya melambaikan tangan. Bu Marsudi keluar dari ruang ICU itu.
"Ada apa?"
"Tampaknya semalam nak Timan menghubungi kita."
"Oh ya, bapak menelpon dia?"
"Belum, ibu saja."
Bu Marsudi memutar nomor Timan. Agak lama baru terdengar jawaban.
"Hallo," terdengar suara berat dari seberang, rupanya Timan masih mengantuk.
"Nak Timan?"
Timan baru sadar kalau bu Marsudi menelponnya. Ia duduk dan mengucek kedua matanya.
"Ma;af bu, baru bangun."
"Nak Timan ada dimana?"
"Masih didusunnya Lastri bu, semalam Timan menelpon ibu tapi tidak tersambung."
"Ponselnya mati, baru pagi ini bisa membukanya. Ada berita apa?"
"Saya sudah bertemu Lastri bu."
"Ya Tuhan, segera ajak dia kemari nak, kasihan Bayu."
"Pasti bu, tapi sa'at ini dia juga sedang dirawat."
"Maksud nak Timan di rumah sakit?"
"Iya bu, semalam tiba-tiba pingsan."
"Bagaimana keadaannya?"
"Sudah mendapat perawatan dan sudah sadar."
"Syukurlah nak."
"Bagaimana mas Bayu ?"
"Tranfusi darah sudah dihentikan. HB nya sudah normal. Tapi tekanan darahnya masih rendah."
"Sudah sadar?"
"Belum nak, sedih ibu ini."
"Tenanglah bu, sabar, nanti Lastri akan segera saya bawa kemari, begitu dokter mengijinkan dia pulang. Tadi malam itu dia hanya dehidrasi. Seharian dikuburan neneknya, belum makan dan minum apapun sejak pagi, sementara udara lumayan panas."
"Oh, saya lega mendengarnya nak, segera bawa dia kemari."
Bu Marsudi menutup ponsel itu karena pak Marsudi harus kembali mengecasnya.
"Bagaimana Lastri?"
"Nak Timan sudah ketemu Lastri, tapi Lastri sedang dirawat di rumah sakit juga."
"Sakit apa dia?"
"Kemarin tiba-tiba pingsan, tapi tadi malam sudah sadar. Nak Timan berjanji akan segera membawa Lastri kemari."
"Syukurlah, semoga kedatangan Lastri akan membawa kesembuhan bagi Bayu."
***
Timan sedang menikmati wedang jahe buatan mbah Kliwon, dan mengupas sepotong ketela rambat yang masih hangat, ketika tiba-tiba terdengar mobil mendekat.
Diluar terdengar ramai para petani sayur membawa keranjang dagangannya, yang diterima mbah Kliwon dan pembantunya. Beberapa yang sudah selesai dicatat kemudian diangkatnya keatas pick up kuning telur yang sudah menunggu. Jam enam pagi semuanya sudah berangkat. Sepi sekelilingnya, tinggal mbah Kliwon membersihkan ruangan samping yang kotor karena ceceran sayur.

 
Timan sangat takjub. Ini semua sepak terjang Lastri.
Ketika jam menunjukkan pukul delapan pagi, pak lurah Mardi menelponnya.
"Mas Timan mau kerumah sakit jam berapa?"
"Kalau bisa secepatnya, pak lurah."
"Kalau begitu bisakah mas Timan datang kemari terlebih dulu? Nanti kita kerumah sakit bersama-sama."
"Baik pak lurah."
Mardi memasukkan sepotong ketela yang terssisa, kemudian menghabiskan minuman yang sudah mulai dingin.
"Pak, saya mau kerumah sakit dulu ya."
"Sama pak lurah?"
"Iya, bapak mau ikut?"
"Nggak usah nak, saya harus bersih-bersih dulu. Semoga Lastri segera bisa dibawa pulang ya nak."
"Aamin pak, saya berangkat dulu."
Ternyata dirumah pak lurah Timan diminta untuk makan pagi dulu. Marni sudah menyiapkannya sejak tadi, karena dia ingin ikut kerumah sakit.
"Kamu benar nggak apa=apa? Nanti dijalan kamu muntah-muntah lagi," tegur pak lurah menghawatirkan isterinya.
"Aku sudah minum obatnya, sudah baikan kok, nggak mual. Lagian aku harus ketemu Lastri. Kalau tidak nanti aku akan terus menerus merasa khawatir. Lagian aku harus membawa beberapa bajuku untuk ganti, bukankah semalam belum ada yang mengirimkan ganti?""
***
Lastri terjaga, ketika perawat membangunkannya  untuk membersihkan tubuhnya.Selang infus masih mengucurkan cairan melalui tangannya.
"Tidak membawa ganti mbak?"
Lastri menggeleng. Ia bingung, tak ada yang memikirkan ganti  baju untuk dirinya. 
"Padahal baju mbak sangat kotor, kami lupa berpesan kepada yang mengantar mbak kemarin."
"Saya ingin pulang."
"Nanti dulu mbak, bukankah semalam masih pusing?"
"Sekarang tidak lagi.
"Nanti dokter akan memeriksa keadaan mbak, kalau memang oke ya pastinya boleh pulang."
Tiba-tiba seseorang nyelonong masuk.
"Lastri, kamu kenapa?"
Yang datang adalah Marni. Dengan terharu dia memeluk Lastri.
"Ma'afkan mas Mardi ya Tri?"
"Mengapa yu? Mas Mardi tidak apa-apa."
"Pasti karena iklan itu kamu terluka."
"Tidak yu. Aku tidak menganggap kang Mardi bersalah, inin sudah takdir, aku menerimanya dengan ikhlas."
Marni mencium pipi Lastri, dan mengelus kepalanya.
"Apa ibu membawa ganti untuk mbak Lastri?"
"Oh iya, saya membawanya sus. "
"Saya sudah menyeka tubuhnya tinggal bajunya, biar saya menggantinya?"
"Jangan sus, biar saya saja."
Suster itu mengangguk dan keluar.
"Yu, ini bajumu kan?"
"Iya, tak ada yang memikirkan baju pengganti, aku lalu membawakannya," kata Marni yang kemudian menggantikan baju Lastri. Lastri menoleh kearah pintu, khawatir ada yang melihat tubuhnya yang terbuka.
"Tak ada siapa-siapa, aku melarang mas Mardi dan mas Timan masuk, karena aku harus mengganti dulu baju kamu."
"Terimakasih yu."
\"Sebenarnya kamu itu kenapa?"
"Aku nggak apa-apa, hanya pergi ke makan simbah. Mungkin aku belum kemasukan air ataupun makanan, sementara udara agak panas, sehingga aku pingsan."
"Aku mengira kamu kecewa karena iklan itu. Memang mas Mardi yang salah."
"Sudah yu, jangan diulang-ulang lagi. Tentang iklan itu bukan apa-apa. Justru karena itu aku bisa membantu kang Mardi memajukan dusun kita. Memang jalannya harus begitu kan yu?"
Marni segera memberi isyarat pada Mardi dan Timan agar masuk setelah Lasti berganti pakaian bersih milik Marni.
Tapi Timan mengurungkan niatnya melangkah ke pintu, ketika ponselnya berdering. Ternyata dari bu Marsudi.
"Hallo bu, ini saya sedang mau menemui Lastri."
"Nak Timan, cepat kemari, Bayu kritis lagi," kata bu Marsudi sambil menangis.
***

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER