LASTRI 22
(Tien Kumalasari)
Bayu melarang Sapto mundur, karena kepalanya terasa semakin pusing;
"Cuma sebentar Yu, kasihan kelihatannya perempuan itu. Dengar, kalau kita bersedekah, siapa tau kita juga mendapat pertolongan dari Allah, lalu kita bisa menemukan Lastri." bujuk bu Marsudi.
"Kita akan bisa menemukan Lastri?"
"Benar Yu, kalau Tuhan menghendaki maka hal itu pasti akan terjadi."
Bayu mengangguk. Matanya masih terus terpejam.
Saptu mengundurkan mobilnya, lebih mendekati tempat perempuan itu duduk. Lalu berhenti disana.
"Ini uangnya nak Sapto, kata bu Marsudi sambil mengeluarkan dompetnya.
"Biar uang saya saja bu, nggak apa-apa," kata Sapto sambil membuka pintu mobilnya.
"Jangan lama-lama Sap,"
"Iya.. iya.. sudah, kamu tidur dulu." kata Sapto sambil menutup pintu mobilnya. Sapto sudah bersiap menyeberang, ketika dari arah barat muncul sebuah bis, yang kemudian berhenti tepat didepan perempuan itu duduk. Rupanya ada penumpang turun.
Sapto menunggu sampai bis itu berjalan lagi. Namun ketika Sapto siap menyeberang, perempuan itu tak ada lagi.
"Waduhh.." Sapto mengeluh lalu mmbalikkan tubuhnya. Sedikit mengomel sambil membuka pintu mobilnya.
"Rupanya ada penumpang turun disitu, tapi perempuan itu kemudian ikut naik," gumam Sapto sambil menstarter mobilnya.
"Belum diijinkan untuk bersedekah rupanya," gumam bu Marsudi.
"Mampir di warung atau rumah makan dulu ya nak, Bayu harus makan," kata bu Marsudi lagi.
"Ya bu, mungkin agak kedepan ada."
Bayu tak bereaksi, kepalanya tetap terpejam. Namun ketika mereka sampai disebuah rumah makan, Bayu tak bergerak.
"Bayu, ayo turun sebentar, atau mau dibawa ke mobil saja makanannya? So'alnya kamu harus minum obat."
Tapi Bayu terdiam, wajahnya pucat, ia hanya menggeleng lemah.
"Jangan begitu Yu, kamu harus kuat.."
"Kita beli dan dibawa ke mobil saja bu, dia harus dipaksa."
"Baiklah, nak Sapto juga mau ? Biar ibu yang beli untuk kita bertiga, supaya Bayu nggak usah turun."
"Ya bu, biar saya menemani Bayu."
Bayu tetap memejamkan matanya. Hatinya bagai teriris.
"Kemana kamu Lastri? Tega sekali meninggalkan aku Tri, katakan kamu dimana, aku mati tanpa kamu Tri," bisiknya lirih.
Sapto memegangi tangan Bayu yang terasa panas.
"Bayu, kamu laki-laki, harus kuat. Bangkit Bayu, kita akan terus berusaha mencari Lastri, jangan putus asa."
"Kemana kita harus mencarinya? Aku kehilangan dia, Sapto."
Sapto terharu, begitu besar cinta Bayu terhadap Lastri, gadis yang hampir dia rusak kehormatannya karena dendam dan merasa direndahkan. Lastri ternyata gadis yang baik, yang begitu kokoh menggenggam kewanitaannya, Dia, gadis dusun yang tak punya derajat, mampu memporak pandakan hati seorang Bayu, laki-laki tampan dan kaya, punya kedudukan. Sapto menepuk nepuk tangan Bayu.
"Kamu harus kuat !"
"Karena kita tidak jadi bersedekah kepada perempuan itu, jadi Lastri tidak ditemukan," bisiknya lemah.
"Bayu, banyak orang yang bisa kita beri sedekah. Besok kita bisa ke yayasan yaim piatu, atau ke rumah-rumah jompo, kita bersedekah disana."
"Iya, kamu benar, nanti minta pada ibu untuk melakukannya."
"Siap, besok aku yang akan mengantar ibumu."
Tapi ketika bu Marsudi sudah kembali ke mobil dan membawa bungkusan nasi, Bayu tetap tak mau memakannya.
"Bayu, ayo makan, ini aku temani, ibu juga makan, lihat tuh," kata Sapto sambil membuka bungkusan untuk Bayu.
"Wauuuw.. ini nasi ayam goreng kesukaanmu, kayaknya enak nih.Hm.. baunya juga sedap..ayo Bayu, masa harus disuapin sih.."
"Bayu, jangan begitu, nak Sapto sudah susah-susah melayani kamu lho," kata bu Marsudi.
"Ya sudah, sedikit saja," akhirnya Bayu menerima nasi bungkus yang diberikan Sapto. Bayu menyendok sesuap. Lalu membuka minuman dalam botol.Hanya minum seteguk, lalu diletakkannya botol itu, berikut bungkusan nasinya.
"Lho, gimana ini ?"
Bayu tak menjawab, ia membuka pintu mobilnya dan muntah-muntah diluar.
Bu Marsudi terkejut, ia meletakkan bungkusan nasinya dan turun. Demikian juga Sapto.
"Gimana ta Yu? Nak Sapto, coba ambilkan minyak gosok di tas ibu,"perintah bu Marsudi.
Ia menggosok tengkuk Bayu dan memijit-mijitnya.
"Sudah bu," Bayu nak kemobil, Sapto menutupkan pintunya.
"Bu, kayaknya kita harus kerumah sakit."
"Jangan.." kata Bayu lemah.
"Betul nak, sudah, jangan dengarkan dia. Langsung saja kerumah sakit."
***
Lastri yang sudah duduk didalam bis, tiba-tiba merasa gelisah. Ia merasa ada Bayu didekatnya. Ia menoleh kesamping tempat duduknya, kemudian kebelakang, tapi tak seorangpun dikenalnya, apalagi Bayu. Lastri melamun sepanjang perjalanan. Ia benar-benar meninggalkan kota tempat dia dibesarkan dan menjadi orang. Ia benar-benar meninggalkan laki-laki tampan yang sangat dicintainya. Sangat jauh, dan tak mungkin bisa ketemu lagi.
"Dia adalah langit, dan aku adalam bumi," bisiknya pilu. Seorang ibu yang duduk disampingnya menoleh dan menatap wajahnya. Dilihatnya gadis disampingnya berlinang air mata. Wanita itu memberikan sebotol air minum.
"Minumlah nak.."
"Oh, sudah bu, terimakasih banyak."
"Terimalah, dan minumlah agar kamu merasa lebih tenang."
Lastri tersipu, ia telah bergumam tanpa terasa, dan wanita disampingnya mengerti kalau hatinya sedang gelisah. Ia menerima botol itu.
"Terimakasih bu," lalu ia meneguk air dibotol itu. Ia memandangi perempuan disampingnya yang tersenyum ramah. Tiba-tiba ia merasa pernah mengenal wanita setengah tua itu, tapi lupa dimana.
"Mau kemana nak?"
"Ke Sarangan bu."
"Oh, tujuan kita sama. Tapi masuh jauh masuk kedesa rumah ibu ini."
Tiba-tiba Lastri teringat, apakah benar perkiraannya?
"Ma'af bu, ibu... bu lurah Marto?"
"Lho, kok kamu tau?"
"Saya Lastri, cucunya mbah Surip."
"Lho, kamu Lastri? Lastri yang dulu diambil orang kaya?"
"Ya bu."
"Ya ampun... Lastri, siapa sangka, kamu sudah dewasa, dan cantik begini. Jauh bedanya dengan Lastri yang dulu. Bener, cantik kamu," kata bu lurah sambil mengelus pipi Lastri.
Lastri tersenyum. Senang bisa ketemu teman seperjalanan dalam kepulangannya ke desa.
"Kamu mau mengunjungi makam simbahmu? Dan bapak simbokmu?"
"Iya bu.."
"Ini sudah hampir sore, kamu mau langsung pulang kekota? Ya nggak mungkin lho Tri, setelah jam lima nggak ada lagi kendaraan ke kota."
Lastri bingung menjawabnya. Kalau dia pulang, mau tinggal dimana ?"
"Rumah simbah, apakah masih ada?"
"Lhah, rumah simbahmu sudah ambruk, sudah rata dengan tanah, dan jadi kebon sayur yang dirawat oleh mbah Kliwon.
Lastri diam.
"Sebetulnya saya mau pulang dan tidak kembali lagi bu. Tapi..."
"Begini saja nduk, ini nanti di Sarangan ibu dijemput anak ibu, kamu ingat Mardi? Teman mainmu dulu?"
"Oh, iya bu, ingat."
"Mardi sekarang sudah jadi lurah, nanti kamu boleh tinggal sementara dirumah ibu. Kan ibu sudah janda, pak lurah sudah meninggal sepuluh tahunan yang lalu.Kemudian Mardi menggantikan ayahnya jadi lurah. Nggak tau kenapa, mungkin karena Mardi kan pernah sekolah tinggi, dan nggak mau kerja dikota. Ia ingin membangun desa katanya."
"Oh, senang mendengarnya bu. Sudah punya anak berapa kang Mardi?"
"Anak gimana, menikah saja belum dia itu."
"Oh.. ya?"
Lastri tersenyum. Dia ingat Mardi anaknya pak lurah yang dulu suka mengganggunya. Menyembunyikan sayur dagangannya sampai dia menangis, baru dikembalikan, mengunci dirinya disebuah kamar dirumah pak lurah dan masih banyak kenakalan-kenakalan yang lain. .
"Nanti kalau ketemu kamu pasti dia senang. nanti kamu boleh menginap dirumah ibu."
"Benarkah bu, boleh?"
Bu lurah mengangguk sambil tersenyum.
Lastri bersyukur, untuk sementara ada yang menawari tumpangan, dan itu menggembirakan. Ia harus melakukan sesuatu didusun itu, tapi ia harus membangun lagi rumah neneknya. Lastri menghitung-hitung tabungannya. Sebenarnya lumayan banyak, karena dia menabung sudah sepuluh tahun lebih, dari uang saku yang diberikan bu Marsudi setiap bulan. Mahalkah mendirikan rumah didesa? Biar atap rumbai, dinding anyaman bambu, lalu....."
"Mengapa kamu pulang?" kata bu lurahmemotong lamunannya.
"Mm.. sudah bosan tinggal dikota besar," jawab Lastri sekenanya. Tapi bu lurah menangkap kesedihan dimata Lastri. Ia pulang ke desa membawa hati yang sedih, tapi bu lurah tak mau menanyakannya. Mungkin perlahan nanti dia bisa mengetahuinya.
"Kalau kamu mau tinggal dirumahku terus, aku seneng lho Tri."
Aduh, ini anugerah bukan? Tapi Lastri tak akan terburu-buru menjawabnya. Ia masih memikirkan rumah neneknya yang ingin ia bangun lagi, sambil menghitung-hitung berapa uang yang dibutuhkan. Kecuali itu ia harus punya uang lebih. Mungkin ia akan berjualan, atau apa.. aduh.. terlalu penuh kepalanya memikirkan apa yang akan dilakukannya. Tapi satu hal sudah terlewatkan dari angan-angannua, yaitu mendapat tumpangan.
***
Sore hari itu pak Marsudi uring-uringan, karena ketika pulang rumahnya masih terkunci, berarti isteri dan anaknya belum pulang. Ia duduk diteras dan terkantuk-kantuk dikursi. Tapi setiap mendengar suara mobil, ia bangkit dan melongok keluar.
"Pergi kemana saja sampai sore begini. Apa mereka ketemu Lastri dan membawa kembali perempuan dusun itu?"
Belum ada tanda-tanda mereka pulang, lalu pak Marsudi duduk lagi. Sudah berpuluh kali ia menelpon isterinya tapi tak ada jawaban. Apalagi Bayu, dia marah pada ayahnya karena menjadi penyebab Lastri pergi dari rumah, jadi tentu saja tak mau menjawab telephone ayahnya. Apa isterinya ikut-ikutan marah dan itu sebabnya maka tak mau menjawab panggilannya?
"Keterlaluan !! Masa sih gara-gara Lastri lalu semua orang mengacuhkan aku?"
Pak Marsudi bangkit, ia akan pergi lagi, mungkin mencari makan, karena sejak siang dia hanya makan selat yang dibelinya di kantin kantor.
Tapi ketika ia sedang menuju ke mobil, dilihatnya mobil Sapto masuk kehalaman. Pak Marsudi menunggu, dengan wajah muram. Ia siap menyemprotkan kemarahan kepada siapa saja yang ada dimobil itu.
Sapto turun lebih dulu, lalu bu Marsudi. Ia heran tak melihat Bayu. Pikirnya Bayu pasti pergi bersama Lastri.
"Ini jam berapa, dan kemana saja kalian? Mana Bayu, sedang bersama Lastri dan ibu membiarkannya?" semprotnya dengan tajam.
Bu Marsudi tak menjawab, wajahnya kuyu dan pucat.
"Bu, apa ibu tidak bisa menjawab pertanyaan bapak ? Ibu juga membenci bapak karena Lastri?"
"Bayu ada dirumah sakit pak," jawab Sapto yang risih mendengar kata-kata pak Marsudi.
Pak Marsudi diam, terkejut.
"Apa?"
"Bayu ada dirumah sakit, sakit. Dan itu gara-gara bapak, " jawab bu Marsudi sengit, lalu langsung membuka pintu dan masuk kerumah.
"Sakit bagaimana? Tadi baik-baik saja?" kata pak Marsudi sedikit melemah.
"Ketika dalam perjalanan pulang Bayu tiba-tiba lemas dan muntah-muntah." yang menjawab adalah Sapto, karena bu Marsudi sedang kekamar Bayu untuk mengambilkan baju ganti. Bayu harus opname dirumah sakit.
"Mana Lastri?"
"Nggak ketemu pak."
Pak Marsudi terdiam, lalu masuk kerumah untuk menemui isterinya.
"Kata dokter anakmu sakit apa?" tanya pak Marsudi ketika melihat isterinya memasukkan baju ganti Bayu kedalam kopor kecil.
"Belum tau, sementara dehidrasi, tadi di infus dan belum sadar," jawab bu Marsudi ketus.
"Apakah itu parah?" pak Marsudi mulai gelsah.
"Nggak tau, ibu mau kembali ke rumah sakit untuk membawakan bajunya Bayu," kata bu Marsudi terus berlalu. Sapto sudah siap di mobil dan kemudian bu Marsudi masuk kedalamnya.
"Tunggu bu, bapak ikut !!" teriak pak Marsudi.
***
Lastri dan bu lurah turun dari bis yang tadi ditumpanginya. Hari menjelang senja ketika itu. Seorang laki-laki muda menunggu, kemudian mengambil tas yang dibawa bu lurah.
"Di, lihat, ini siapa?"
"Siapa ya ?" pak lurah Mardi menatap Lastri lekat-lekat.
"Ini Lastri ! Yang dulu suka kamu gangguin sampai nangis."
"Lastri? Ya ampun, kamu cantik sekali," teriak Mardi sambil menyalami Lastri.
"Apa kabar kang?"
"Aku baik, ya ampun, nggak mengira, ayo naik dulu ke mobil, nanti bicara didalam."
***
Lastri sudah tiba dirumah bu lurah, dan bu lurah menunjukkan sebuah kamr kosong untuk Lastri beristirahat.
"Sudah, kamu boleh beristirahat Tri, itu kamar untuk kamu, kalau mau mandi ya silahkan, tapi hawanya dingin. Harus ngrebus air dulu kalau kamu kedinginan.
"Ya bu, nanti gampang, terimakasih banyak," kata Lastri yang kemudian masuk kekamar yang ditunjukkan bu lurah.
***
Mardi membuka bungkusan yang dibawa ibunya.
"Mana pesanan Mardi bu?"
"Brem, ada disitu, sebentar ibu ambilkan."
"Bu, kok ibu bisa ketemu Lastri? Kemarin itu ada yang nyari Lastri lho."
"Siapa?" tanya bu lurah heran.
"Seorang wanita, dan dua orang laki-laki yang ganteng-ganteng semua."
"Mau apa mereka?"
"Itu ibunya yang katanya dulu membawa Lastri."
"O, iya.. iya, lalu mengapa mencari Lastri?"
"Ya Mardi nggak tau bu, Mardi jawab saja kalau Lastri tidak pernah pulang ke desanya. Lalu mereka kembali."
"Nggak tau apa yang terjadi, tapi Lastri ingin tinggal lagi didesa. Dia menanyakan rumah neneknya yang sudah ambruk, nggak tau mau dibangunnya lagi atau entah apa maunya."
"Nanti kalau mau saya akan bantu bu."
"Dengar Di, Lastri itu sekarang kan sudah dewasa, dan cantik. Menurut ceritanya ketika masih didalam bis, dia disekolahkan sama majikannya sampai lulus SMA."
"Bagus itu bu."
"Dengar Di, bagaimana kalau Lastri nanti ibu ambil sebagai menantu?"
***
No comments:
Post a Comment