Saturday, March 28, 2020

Lastri 20

LASTRI  20
(Tien Kumalasari)
Bu Marsudi dan pak Marsudi berdiri, semua menuju kebelakang. Bayu keluar masuk kamar Lastri melongok kesetiap sudut dan kamar yang ada disana, dengan wajah pucat pasi. Rupanya Lastri pergi setelah menyiapkan teh hangat dan sarapan bagi majikan-majikannya.
Bayu panik, bu Marsudi berlinangan air mata. Bagaimanapun setelah berpuluh tahun berkumpul, ada ikatan batin yang mengikat jiwa mereka erat-erat. Kepergiannya membuat pilu dan nyeri.
"Bapak mengusirnya?" tuduh bu Marsudi sambil memandang suaminya dengan mata marah.
"Nggaaaak, kok aku dituduh..kemarin aku ngomong mau mengusirnya, tapi aku tidak melakukannya. Sumpah !!" kata pak Marsudi meyakinkan.
"Bapak yang membuat ini semua!!" teriak Bayu penuh kesal. 
"Coba cari atau telephone teman-temannya yang kamu tau Yu," kata Bu Marsudi sambil mengusap air matanya.
"Ada satu sahabatnya, tapi Bayu nggak tau nomor kontaknya. Aku mau ke rumah Timan dulu saja. Mungkin dia kesana."
"Baiklah Yu, cari sampai ketemu, bujuk dia supaya mau kembali," kata bu Marsudi.
Sementara itu diluar pak Darmo sudah menunggu. 
"Aku ke kantor dulu, suruh Bayu mencari sampai ketemu," kata pak Marsudi. Entah itu kata hatinya, atau hanya dibibir saja, Bayu tak perduli.
"Aku pergi dulu bu."
"Kamu sudah menghubungi ponselnya?"
"Tidak aktif. Pastilah dimatikan karena ia ingin pergi."
"Ya, kamu benar."
"Ya sudah bu, Bayu pergi dulu."
Bu Marsudi mengangguk sambil mengusap lagi air matanya. Ia memasuki kamar Lastri, membuka almari, semuanya bersih. Dibawa serta. Kapan dia pergi, tak seorangpun tau. Tapi pastinya belum lama sebelum mereka keluar dan menikmati sarapan pagi buatannya. Bu Marsudi terharu. Ketika mau pergi juga, Lastri masih ingat untuk membuatkan sarapan pagi buat mereka. Untuk Bayu, roti lapis selai kacang, untuk bu Marsudi, lapis coklat, untuk pak Marsudi lapis daging panggang. Air mata kembali menetes dipipi bu Marsudi. Sesungguhnyalah Lastri akan bisa menjadi isteri yang baik bagi Bayu, tapi mengapa perbedaan derajat harus memisahkannya? 
"Lastri..." bisik bu Marsudi sambil duduk di pembaringan Lastri.  Ia teringat ketika Lastri masih berpakaian kumuh, menggendong keranjang berisi sayuran, ditawarkannya pada dirinya.
"Ibu mau beli ini?" katanya menawarkan.
"Ini sayur dari kebun kamu?"
Lastri kecil mengangguk.
"Berapa harga semuanya?"
"Terserah ibu saja."
"Lho, kok terserah aku, kamu yang jual, kasih harga dong."\
Lastri kecil menggeleng.
"Lima ribu?"
Lastri mengangguk.
"Lima ribu untuk beli apa?"
"Beli beras," jawabnya lugu.
"Kamu tinggal dimana ?"
"Disana,"Lastri kecil menunjuk kesebuah gubug, tak jauh dari situ.
"Kamu tinggal sama siapa?"
"Sendiri."
Dan bu Marsudi terbelalak. Anak kecil sepuluhan tahun atau lebih itu tinggal sendiri, alangkah menyedihkan.
"Dimana orang tua kamu?"
"Sudah meninggal waktu saya masih kecil,"
"Lalu kamu sendirian?"
"Lalu ikut nenek, tapi nenek sudah meninggal sebulan yang lalu."
Trenyuh hati bu Marsudi ketika itu.
"Kamu mau ikut kekota?"
Lastri kecil menatap bingung.
"Ikut aku, nanti sekolah disana..  aku kasih kamu baju bagus. kamar tidur yang bagus.."
Lastri menunduk, memandangi baju kumuhnya. Lalu mengangguk.
Sejak itulah Lastri kecil tumbuh menjadi dewasa bersama keluarganya.
"Dimana kamu Lastri? Akan tinggal bersama siapa kamu nduk?" isak bu Marsudi.
***
Bayu tidak pergi ke kantor, dia kerumah teman Lastri yang dikenalnya, tapi dia tidak tau. Jadi Bayu langsung pergi kerumah Timan. Pasti Timan belum berjualan karena masih sakit.
Tetapi kedatangannya disambut bingung oleh Timan.
"Mas Bayu tidak ke kantor? Mas Bayu tidak usah memikirkan luka saya."
"Mas Timan, Lastri kemari?"tanya Bayu tanpa memperhatikan kata-kata Timan.
Timan justru kaget.
"Mas Bayu mencari Lastri? Apa dia pergi?"
"Dia pergi,... apa dia nggak datang kemari?"
"Nggak tuh, bagaimana ta ini ceritanya. Kemarin kan baik-baik saja? Ayo, duduklah dulu dan ceritakan mas," 
Bayu melangkah masuk dengan wajah lesu.
"Ada apa mas? Apa yang terjadi?"
Bayu kemudian menceritakan semuanya. Bahwa dia mencintai Lastri tapi ditentang oleh ayahnya, lalu ayahnya mengata-ngatai Lastri dan mungkin Lastri mendengarnya.
"Pagi tadi masih membuatkan minum dan sarapan pagi untuk kami. Ketika kami duduk bersama dan sarapan itu ternyata Lastri sudah pergi."
"Jadi dia pergi setelah membuatkan sarapan?"
"Ya, tampaknya belum lama sebelum kami sarapan. Entah kemana dia."
"Mas Bayu mengira Lastri datang kemari?"
"Ya, karena kalian kan sudah bersahabat dekat. Saya pikir Lastri kemari. Saya tadi sudah mencari kerumah temannya, tapi dia tidak tau juga."
"Aduh, mengapa Lastri berbuat senekat itu. Jangan-jangan pulang kedesanya.."
"Ada pikiran kearah sana, tapi kan dia tidak punya siapa-siapa disana?"
"Begini saja mas, mas sabar dulu, nanti barangkali Lastri kemari, saya akan menghubungi mas Bayu. Tinggalkan nomor kontak mas Bayu, saya kan belum punya."
Bayu mengangguk. Diberikannya nomor kontaknya, dan juga dicatatnya nomor Timan, kemudian ditinggalkannya Rumah Timan dengan tubuh lunglai.
Timan memandanginya dengan iba. Ia bisa mengerti kalau Lastri pergi, mungkin kata-kata majikannya sangat menyakiti hatinya, lalu dia memilih pergi. Tapi pergi kemana? Ia membuka ponsel dan mencoba menghubunginya, tapi ponselnya tidak aktif. Timan menghela nafas. Ia berharap Lastri akan datang kepadanya. Bayu sangat baik, dan tampak sangat mencintai Lastri. Timan berharap keduanya bisa bersatu lagi nanti.
***
Bayu terus menyusuri jalanan, terkadang dia berhenti disuatu tempat yang ramai, lalu turun, dan mencari-cari, barangkali ditemukannya sosok yang dicarinya. 
"Lastri, tega sekali kamu meninggalkan aku.." bisiknya, yang kemudian orang yang bersimpangan dengannya menatapnya dengan heran, atau dengan perasaan kasian. Wajah Bayu tampak kuyu. Ketampanan yang dimilikinya pudar oleh duka yang melilitnya.
"Ya Tuhan, aku sangat mencintainya. Jangan jauhkan aku darinya, pertemukan aku dengan dia Tuhan." keluhnya sambil mendongak keatas. Ia tak perduli kalau beberapa orang menatapnya dan menganggapnya kurang waras.
Siang itu sangat terik, sa'atnya makan siang. Tapi Bayu tak ingin mekan. Ia sedang berjalan menyusuri sebuah gang kecil.. siapa tau dia bisa menemukannya disitu. Tapi tak ada sosok yang dicarinya. Ia keluar lagi ke jalan besar, bermaksud mengambil mobilnya, ia merasa letih, lapar dan terutama haus.
Ia masuk ke mibilnya, ada sebotol Aqua disana, lalu ditenggaknya untuk membasahi kerongkangannya. Ketika itulah tiba-tiba seseorang memanggilnya.
"Bayu !!"
Bayu menoleh, mencari dari mana datangnya suara itu.
"Ngapain kamu disini? Nggak ada rumah makan enak didaerah ini." sapanya. Ia mengira Bayu sedang mencari rumah makan karena memang sa'atnya makan siang.
"Sapto.."
"Ada apa kamu ini? Wajahmu kucel seperi itu, kamu sakit?"
"Tidak, aku sedang mencari Lastri." jawab Bayu lesu.
"Mencari Lastri? Memangnya dia pergi kemana?"
Bayu menggeleng.
"Apa yang terjadi Bayu ?"
"Lastri pergi dari rumah. Sejak pagi tadi."
"Minggat?"
Bayu memelototi Sapto, kurang suka dengan sebutan "minggat" yang dilontarkan Sapto.
"Ma'af, maksudku.. dia pergi tanpa pamit?"
"Ya,"
"Aku sudah menduga, ini ulah ayahmu."
"Apa? Ulah ayahku?"
"Bukankah sejak lama ayahmu ingin mengusir dia? Ketika ia menyuruh aku  mengganggu dia, maksudnya agar dia bisa mengusir Lastri dari rumah. Dia takut kamu cinta sama Lastri dan kemudian dia  mencari cara untuk menghalanginya."
Bayu menghela nafas. Disandarkannya keningnya pada pintu mobil bertumpu pada kedua tangannya.
"Tadi aku sudah bertanya pada bapak, apakah dia mengusirnya, tapi katanya tidak. Dia bersumpah."
"Kamu percaya kata "sumpah" itu ?"
"Entahlah, tapi tampaknya Lastri pergi tanpa diusir. Dia mendengar ayahku marah-marah, dan kata-kata ayahku pasti menyakiti dia."
"Bayu, aku minta ma'af karena pernah berusaha mengganggu Lastri, tapi sekarang aku sadar. Itulah sebabnya aku mengganti nomor kontak aku. Aku ingin hidup bersih dan melakukan hal-hal baik."
"Aku senang mendengarnya."
"Bagaimana aku bisa membantumu?"
"Entahlah."
"Ayo kita makan dulu, kita cari rumah makan yang enak, lalu kita berbincang supaya hatimu sedikit lapang."
"Tapi aku tidak lapar."
"Biasanya orang yang lagi susah selalu tak punya selera makan. Tapi kamu harus makan, karena kalau tidak, kamu akan jatuh sakit. Ayolah, naik ke mobil aku saja.Siapa tahu dengan berbincang kita bisa menemukan jalan untuk menemukan Lastri."
Bayu menurut. Tubuhnya memang lemah, panas yang menyengatnya, pikiran yang membuat hatinya kusut, membuat ia tak berdaya.
Tapi sampai makan siang itu selesai, Bayu belum menemukan jalan agar bisa ketemu Lastri.
Bayu sudah berdiri dan berniat meninggalkan rumah makan itu ketika tiba-tiba Sapto berteriak.
"Bayu, tunggu.Aku akan mengantar kamu ketempat mobilmu diparkir, jangan jalan sendiri.  Bagaimana kalau kita cari Lastri ke dusun asalnya?"
"Tapi dia tak punya sanak saudara disana."
"Mungkin dia tak akan menemui sanak saudranya. Mungkin hanya ingin pulang ke kampung halamannya. Dia punya rumah disana?"
"Itu ibuku yang tau, dan ibu juga yang tau desa asal Lastri."
"Apa ibumu juga membenci Lastri?"
"Tidak, ibu sangat menyayangi Lastri."
"Kalau begitu besok kita ajak ibumu ke desa asal Lastri. Aku akan mengantar kalian."
"Jangan Sap, kamu kan harus bekerja."
"Tapi kamu kan dalam keadaan kalut seperti itu, bagaimana kalau kamu nggak kuat menyetirnya lalu pingsan dijalan.. lalu...."
"Tapi kamu kan harus bekerja?"
"Aku bisa ijin sehari atau dua hari, nggak masalah. Ayo.. semangat Bayu, kalau dia memang jodohmu pasti kamu bisa menemukan dia."
Semangat Bayu timbul tiba-tiba. Ia bersyukur Sapto telah berubah. 
"Ayo aku antarkan kamu kembali ke mobilmu."
***
Bayu pulang masih dengan wajah kusut. Bu Marsudi yang menunggu diteras sudah bisa menangkap apa yang terjadi. Bayu gagal menemukan Lastri.
"Nggak ketemu Yu?"
Bayu menggeleng.
"Kamu sudah mencari ke tukang buah itu ?"
"Sudah bu, Lastri nggak kesana. Tapi coba Bayu telephone dulu mas Timan, barangkali Lastri kesana siang ini."
Bayu mencoba menelphone Timan, tapi Lastri tidak kerumah Timan.
"Nggak kesana bu. Mungkin pulang ke desa."
"Pulang kedesa?"
"Maukan besok ibu mengantarkan Bayu kedesa Lastri? Bayu belum tau tempatnya, hanya ibu dan bapak yang tau kan?"
"Iya, ibu ingat. Besok kita kesana? Kamu dalam keadaan bingung begitu, nanti kamu nggak kuat, jalannya susah lho, naik turun dan masuk ke desa yang agak terpencil."
"Besok Sapto mau mengantarkan bu."
"Sapto? Bukankah katamu Sapto itu sekongkol dengan ayahmu untuk mengganggu Lastri?"
"Nggak bu, Sapto sudah sadar. Bapak yang belum sadar."
"Baiklah Yu, ibu mau, semoga kita bisa menemukan Lastri disana.
***
Hari sudah sore ketika Lastri duduk disebuah langgar dipinggiran kota.Sebentar lagi matahari akan sembunyi, dan kegelapan akan menyelimuti alam sekitar. Lastri belum tau mau kemana. Ia bingung. Kerumah Timan, pasti diterima dengan senang hati, tapi tak enak kalau dia kesana. Timan seorang bujang yang hidup sendiri, dan dia seorang gadis.Mana pantas tinggal serumah? Lagi pula kalau dia kesana, akan mudah bagi Bayu untuk menemukannya. Lalu diajaknya pulang kerumah keluarga Marsudi, lalu akan banyak hal-hal atau suara yang menyakitkan hatinya. Tidak, lebih baik Lastri pergi, meninggalkan kecintaannya yang sangat dicintai dalam dasar hatnya. Tak pernah ia bermimpi akan bisa menjadi isteri Bayu. Tidak. Mereka bagai bumi dan langit. Lastri sangat tau diri.
Dalam keremangan senja itu tiba-tiba seorang nenek melintas dihadapannya. Ia membawa bakul yang masih berisi sedikit sayuran yang telah layu. Tiba-tiba Lastri teringat pada neneknya. Dulu neneknya juga begitu, menggendong bakul berisi sayuran, dia membantunya menenteng sayuran yang tak muat masuk kedalam bakulnya. Lastri merasa iba, ia ingin membeli sisa syuran itu.
"Nenek," panggil Lastri.
"Neng, memanggil saya?"
"Iya, sayuran itu dijual?"
"Ini sisa sayuran yang tadi nenek jual, sudah layu, jadi nggak laku. "
"Boleh saya beli sisa sayuran itu?"
"Tapi ini sudah layu."
"Nggak apa-apa nenek,  berapa haganya? "
"Terserah neng mau beli berapa, cuma sisa sayur yang nggak laku."
"Segini boleh?" Lastri mengulurkan uang duapuluhan ribu, sementara nenek itu menurunkan bakulnya dan mengeluarkan kangkung tiga atau empat ikat, yang memang sudah layu.
"Kok banyak sekali neng, limaribu juga sudah banyak."
"Nggak apa-apa nek. Rumah nenek dimana?"
"Sudah dekat, setelah sawah ini, nenek sudah sampai dirumah."
"Nenek tinggal sama siapa?"
"Sendiri neng, anak-anak nenek bekerja jauuh dikota. Neng membawa tas besar, memangnya mau pergi kemana?"
"Entahlah nek."
"Lhoh, kok nggak tau mau pergi kemana?"
"Iya, mm.. lagi.. nungguin teman..."
"Oh, ya sudah neng, nenek pulang dulu. Terimakasih banyak sudah dikasih uang."
"Itu kan uang pembelian sayur nek."
"Terlalu banyak, tapi terimakasih ya nak." kata si nenek sambil mengangkat bakulnya yang sudah kosong, ditalikannya lagi ditubuhnya dengan selendang yang dibawanya.
Lastri memandanginya dengan iba. Sudah sangat tua, masih bekerja mencari uang. Tiba-tiba terlintas dalam pikiran Lastri, bagaimana kalau dia menumpang inap dirumah si nenek?'
***

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER