LASTRI 17
(Tien Kumalasari)
"Tunggu,,, augh.. adduh... tunggu mas...aku.. bukan..."
Bayu tak mau mendengar teriakan Timan. Yng dia tau adalah.. bahwa ada seorang laki-laki asing duduk diteras rumahnya, sementara Lastri tak terdengar kabar beritanya. Pasti dia melakukan sesuatu yang buruk pada Lastri. Pasti dia tau bahwa pemilik rumah sedang pergi dan tak mungkin kembali malam itu. Lampu teras yang remang menghalangi Bayu untuk mengenal jelas siapa laki-laki itu.
"Tunggu .. aduh.. saya bukan..."
Sebuah pukulan lagi mengenai rahang Timan, sehingga dia jatuh tersungkur, tubuhnya terantuk pintu, dan menimbulkan suara keras.
"Mana Lastri !! Kejahatan apa yang kamu lakukan !! Apaaa?" hardik Bayu sambil sekali lagi memukul dan mengenai tangan Timan karena sambil terbaring itu Timan melindungi tubuhnya dengan kedua tangannya. Timan tak mampu membalas, tubuhnya kalah besar, dan dia tak bersiap untuk bertarung. Tiba-tiba saja bertubi-tubi pukulan mengenai tubuhnya.
"Mana Lastri !! Kau apakan dia !!"
"Lastriiii !!" teriak Timan. Hanya Lastri yang bisa menghentikannya.
Dan Lastri memang mendengar suara gaduh diluar pintu depan. Hatinya menjadi ciut. Apakah Sapto kembali untuk melakukan hal buruk lalu Timan menghalangi sehingga terjadi pertarungan? Lastri sudah sampai didepan pintu.
"Mana Lastri ! Kau apakan dia??"
Lastri terkejut. Suara itu sangat dikenalnya. Apakah dia bermimpi? Baru pagi tadi mereka pergi, bagaimana mungkin bisa sampai dirumah?
"Lastriii !!"
Timan berteriak lagi.
Lastri membuka pintu, dilihatnya Timan terjatuh dilantai dan Bayu siap memukulnya lagi.
"Mas Bayu !!Jangan!!" teriak Lastri kemudin menubruk Timan yang bergulung didepan pintu.
"Lastri !" Bayu memekik marah, ada rasa cemburu melihat Lastri justru membantu penjahat itu berdiri.
"Apa-apaan ini ?"
Lastri membantunya berdiri lalu menuntunnya agar duduk dikursi. Lastri menekn tombol lampu teras agar terlihat lebih benderang. Dilihatnya luka memar Timan diwajahnya. Pelipisnya, pipinya, dan bibirnya berdarah. Lastri berlari kebelakang, mengambil kotak PPPK yang ada dialmari obat. Bayu mengikutinya dari belakang.
"Lastri, apa-apaan ini ?" tanya Bayu, yang ketika lampu dinyalakan kemudian bisa mengenali wajah Timan si penjual buah.
"Mas Bayu telah memukul orang yang tidak bersalah," kata Lastri sambil terus membawa kotak itu kedepan. Ia mengambil kapas, membersihkan darah dibibir Timan, lalu dia pergi kebelakang lagi. Diambilnya serbet, lalu es batu di almari es. Lastri mengompres luka lebam diwajah Timan.
"Lastri !!" kesal sekali Bayu karena Lastri didak menggubrisnya.
"Mas, nanti Lastri akan menceritakan semuanya. Ini mas Timan, tukang buah yang sudah lama Lastri kenal. Dia orang baik, dia melindungi Lastri dari orang yang hampir melakukan kejahatan."
Bayu menatap Lastri. Acara kompres mengompres luka lebam itu sudah selesai. Timan meminta serbet berisi es itu dan mengmpres sendiri lebam diwajahnya. Lastri kembali masuk kedalam.
"Mas Timan, ma'af kalau saya telah melukai mas Timan, saya menghawatirkan Lastri," akhirnya Bayu meminta ma'af dan merasa bersalah ketika Lastri mengatakan bahwa Timan melindunginya.
"Saya bisa mengerti, ma'af, saya permisi pulang," kata Timan sambil maih memegangi serbet berisi es batu yang tadi diberikan Lastri.
"Tunggu mas Timan, sebenarnya ada apa?"
"Biar nanti Lastri saja yang cerita, saya permisi pulang dulu," kata Timan sambil berdiri.
Bayu mencegahnya namun Timan memaksa pulang. Mungkin kepalanya terasa pusing.
"Tunggu mas, tolong, saya akan mengantarkan ms Timan kerumah sakit malam ini juga."
"Tak usah, nggak apa-apa mas.."
"Mas Timan, jangan pergi dulu," teriak Lastri dari dalam. Ia membawa nampan berisi dua cangkir teh panas.
Timan berhenti, ia ingin terus tapi tak sampai hati melihat Lastri sudah bersusah payah membuatkan teh panas.
"Duduklah dulu."
Timan menurut.
"Lastri, ayo kita kerumah sakit, mas Timan harus dibawa kerumah sakit," kata Bayu.
Lastri merasa lega, Bayu tidak lagi marah.
"Jangan mas.." kata Timan.
"Nggak, mas Timan harus menurut. Lastri ikut, saya ganti baju dulu, tolong diminum tehnya, mas Timan, mas Bayu," kata Lastri sambil bergegas kebelakang.
Timan tak bisa menolak lagi, apalagi ketika dirasanya kepalanya berdenyut denyut.
***
Sambil menunggu Timan yang sedang mendapat perawatan di UGD, Lastri menceritakan kejadian yang dialaminya sejak menjelang malam tadi. Bayu merasa geram kepada ayahnya yang telah bersekongkol dengan Sapto untuk menghancurkan Lastri. Ia marah kepada Sapto yang hampir saja melakukan hal buruk terhadap Lastri.
"Aku akan menghajar dia besok," ancamnya penuh kemarahan.
"Jangan mas, tak usah melakukan kekerasan ketika hati penuh amarah."
"Kamu hampir dicelakainya, tapi kamu masih membelanya?"
"Bukan membelanya, tapi saya mohon mas Bayu tidak melakukan kekerasan pada mas Sapto. Di sudah minta ma'af, dan menyesal. Sungguh."
"Apa dia sempat menyentuh kamu? Melecehkan kamu?"
"Tidak. Sama sekali tidak."
"Sungguh ?"
"Sungguh mas. Begitu saya membentak dia, dia langsung surut. Dia pasti tak mengira kalau saya berani menghadapinya. Mas Timan juga hampir menghajarnya waktu dia sudah mau pergi."
"Tapi bagaimana Timan tiba-tiba bisa datang?"tanya Bayu curiga.
"Oh, iya, Saya juga sampai lupa menanyakannya mengapa dia datang ketika ada kejadian itu. Tapi mungkin dia sebenarnya ingin membantu saya memperbaiki ponsel saya yang rusak. Malah belum disentuhnya ponsel itu."
"Ponsel kamu rusak?"
"Terjatuh ketika masih bicara sama mas Bayu, ambyar mas, saya sedih. Nah waktu itu saya mencoba mengotak atik, lalu saya pakai untuk menelpon mas Timan. Ternyata bisa, saya minta tolong mas Timan untuk memperbaikinya. Tapi setelah itu mati lagi. Malah ketika mas Sapto datang, lalu saya ingin menghubungi mas Bayu, benar-benar nggak bisa nyambung lagi. "
"Besok kita lihat apakah masih bisa diperbaiki, kalau enggak, beli lagi saja."
"Jangan mas, aduh.. mas Bayu main beli saja."
"So'alnya itu penting buat aku, karena setiap sa'at aku harus bisa berkomunikasi sama kamu."
"Sebentar mas, saya mau tanya, kok tiba-tiba mas Bayu pulang sendiri ? Apa sudah diijinkan sama bapak? Kemarin-kemarin kan bapak maksa supaya mas Bayu harus ikut?"
"Aku pulang diam-diam."
"Apa? Bagaimana bisa?"
"Ya bisa, aku tiba-tiba ingat kamu. Apalagi ketika menghubungi kamu sejak sore nggak bisa. Tiba-tiba pembicaraan terputus dan itu membuat aku khawatir."
"Iya, kan Lastri sudah bilang kalau ponselnya rusak. Tapi pulang diam-diam, pasti bapak akan marah."
"Ya aku tau."
"Saya jadi takut mas."
"Mengapa kamu yang takut?"
"Kalau bapak marah-marah dirumah, Lastri kan bisa mendengarnya."
"Nggak usah takut Lastri, bapak juga punya salah, perbuatannya memberikan duplikat kunci rumah itu akan aku protes. Aku nggak terima bapak mencelakakan kamu."
"Kenapa nggak terima mas, Lastri itu siapa.."
"Lastri itu calon isteri Bayu."
"Mas Bayu, jangan ngomong sembarangan."
"Aku serius."
Nggak.. jangan begitu mas, itu membuat Lastri tersiksa."
"Kamu nggak suka sama aku? Nggak cinta sama aku?" suara Bayu lebih keras, Lastri menutup mulutnya dengan jari telunjuk. "
"Mas, jangan keras-keras, malu didengar orang."
"Mengapa harus malu? Orang jatuh cinta nggak usah malu."
Lastri menghela nafas. Bagaimanapun pernyataan itu membuat hatinya bergetar. Ada bahagia melintas, tapi ada kesedihan mendera. Itu sesuatu yang tak mungkin, pasti akan membuatnya menderita
Sementara itu Timan sudah bisa berjalan keluar, dan tidak harus opname. Bayu akan mengantarkannya pulang, dan berjanji akan mengantarkan mobilnya kerumah besok pagi.
"Nggak usah mas, biar saya bawa sendiri saja malam ini juga."
"Nggak,.. mas Timan harus saya antar pulang malam ini. Malam sudah larut, dan tadi masih pusing kan? Jangan menyetir mobil sendiri dalam keadaan seperti ini."
"Iya mas, mas Timan harus nurut, dan besok nggak usah jualan dulu, istirahat sampai pulih."
"Kalau mas Timan tidak mau menurut, saya akan menyesal seumur hidup. Saya yang telah membuat mas Timan seperti ini, saya akan terus mengawasi kesehatan mas Timan sampai benar-benar pulih. Saya mohon jangan menolak."
"Baiklah, saya akan membayar biaya perawatan ini dulu."
"Saya sudah membayarnya, mas Timan ngak usah memikirkannya."
"Aduh, bagaimana ini.. terimakasih banyak mas Bayu."
"Jangan berterimakasih, saya yang minta ma'af telah membuat mas Timan seperti ini."
"Ya sudah, ayo kita antar mas Timan dulu, biar dia segera bisa istirahat."kata Lastri/
***
Ketika bu Marsudi keluar dari kamar mandi, dilihatnya pak Marsudi sedang menelpon seseorang.
"Bagaimana bisa terjadi? Apa? Ketemu Bayu tidak? Tidak? Mengapa mundur? Ya ampuun, aku sudah bersusah payah membantu, bagaimana ini. Ya sudah, besok kalau aku pulang kita bicara lagi."
Pak Marsudi meghentikan pembicaraan ketika isterinya mendekat dan mendengarkannya.
"Bapak menelpon siapa?"
"Orang kantor."
"Kok bapak menyebut-nyebut nama Bayu?"
"Iya, namanya sedang mencari Bayu, siapapun bisa bapak tanya."
"Kalau itu orang kantor, mana bisa ketemu Bayu."
"Sudahlah bu, bapak lagi pusing. Jangan tanya yang macam-macam."
"Ibu yakin Bayu pulang keruah. Sejak awal kan dia nggak mau ikut?"
"Ini semua gara-gara Lastri. Mengapa sih, seorang pembantu bisa diperhatikan begitu rupa? Bayu itu apa nggak ingat, dirinya itu siapa, sedangkan Lastri itu siapa?"
Bu Marsudi terdiam. Sejak awal memang sudah nggak suka, sampai kapanpun juga nggak bakalan suka.
"Bapak sudah memperingatkan Bayu, supaya jangan dekat-dekat sama pembantu. Bukankah ada pepatah Jawa, witing tresna jalaran saka kulina? Dia ini diperingatkan kok nggak mau dengar. Lha orang kalau sudah jatuh cinta itu kan susah dipisahkan. Harusnya ya dipaksa berpisah."
"Apa maksud bapak ?"
"Sudah bu, jangan banyak tanys. Besok setelah resepsi kita harus langsung pulang. Nggak usah menunggu sore hari atau bahkan ada yang minta supaya kita menginap lagi. Aku nggak mau."
"Iya, terserah bapak saja, ibu ngikut apa kemauan bapak, daripada kalau disini rame terus."
"Rame terus gimana, bapak ini memikirkan anakmu bu."
"Bayu itu kan sudah dewasa, harusnya biarkan dia memilih jalan hidupnya sendiri. Dia pasti tau mana yang terbaik bagi dirinya."
"Jadi ibu setuju kalau Bayu itu suka sama Lastri?"
"Bapak sudah pernah menanyakan hal itu, tapi sekarang ibu nggak mau jawab. Pusing ibu, mau tidur saja, ini sudah larut malam. Besok bisa bangun kesiangan. Padahal bapak harus dandan pagi-pagi, bapak kan jadi saksi nikah?"
Pak Marsudi diam. Dilihatnya isterinya sudah memejamkan mata dan memeluk guling, tapi pak Marsudi gelisah bukan alang kepalang. Ia tidak mengerti, bagaimana Sapto sampai gagal menjalankan rencananya, malah kelihatan pasrah dan tak bersemangat. Ia mengira karena Bayu tiba-tiba datang, tapi ternyata tidak. Pak Marsudi ingin segera pulang, memarahi anaknya, dan berbicara dengan Sapto.
***
Malam sudah larut, tapi Lastri belum bisa memejamkan matanya. Kejadian sejak sore tadi sangat mengganggu perasaannya.
Harusnya dia mersa tenang, karena Bayu sudah ada dirumah ini. Tak akan ada lagi yang mengganggunya. Lalu Lastri memejamkan matanya, mencoba tidur dan melupakan semuanya. Ia memyangkan kalau besok pak Marsudi datang, lalu marah besar kepada anaknya karena pulang diam-diam. Jangan-jangan Lastri nanti yang akan disalahkan. Lastri semakin susah memejamkan mata. Ia keluar dari kamar, menuju dapur, untuk mencari seteguk air dingin.
Lastri membuka almari es, mengambil sebotol air dingin lalu menuangkannya kedalam gelas. Ia duduk dikursi dapur, meletakkan gelasnya dimeja, lalu meneguknya perlahan.
"Lastri.."
Lastri terkejut, tiba-tiba saja Bayu sudah ada disampingnya. Menarik kursi dan duduk sangat dekat disampingnya.
"Mas Bayu kok belum tidur, "
"Kamu sendiri kan juga belum tidur?"
"Iya, saya haus, lalu mengambil air minum."
"Aku juga haus.."
"Mau saya buatkan teh hangat ?"
"Boleh, "
"Mas Bayu duduk disana saja, nanti saya antar kesana."
"Nggak, aku duduk disini saja."
Lastri membuatkan teh hangat, dan diletakkannya dimeja.
Lastri membalikkan tubuh bermaksud kembali kekamarnya.
"Lastri, masa aku minum sendiri."
"Saya ngantuk mas, biarkan saya tidur ya."
"Temani aku sebentar saja, nggak enak minum sendirian."
Lastri kembali duduk, tapi agak jauh dari Bayu.
"Kok menjauh begitu? Sini lho Tri."
Tapi Lastri menggelengkan kepalanya. Ia merasa badannya sudah panas dingin, karena Bayu selalu berusaha mendekatinya. Ia harus menghindar supaya tak terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Lastri tau, setan ada dimana mana.
"Lastri, kamu sendiri nggak membuat teh panas?"
"Saya sudah minum, dan itu cukup."
Bayu meneguk tehnya, pandangannya tak lepas dari wajah Lastri yang tampak cantik dibawah sinar lampu dapur yang temaram.
Lastri tak tahan lagi. Ia merasa luluh dalam pandangan majikan gantengnya. Ia berdiri dan masuk kekamarnya. Tapi tiba-tiba Bayu menahan pintunya, sehingga Lastri gagal mengunci pintunya.
Dirumah itu hanya ada mereka berdua. Berhasilkah setan meruntuhkan iman yang semula kokoh digenggamnya?
***
No comments:
Post a Comment