SA'AT HATI BICARA 39
(Tien Kumalasari)
Panji merasa panik ketika tiba2 ponsel itu dimatikan. Ia mencoba menghubungi nomor itu lagi tapi tak terjawab. Yang kemudian diterimanya adalah sebuah pesan SMS.: KALAU INGIN DITA SELAMAT, JANGAN PERNAH LAPOR POLISI.
Gemeretak gigi Panji karena amarah yang ditahan. Ia sudah sampai di kantor polisi itu, dan urung turun dari mobilnya.
Dibalasnya SMS itu, DIMANA KALIAN BERADA?
Tapi SMS itu tak terkirim. Si pengirim sudah mematikannya.
Ia tak tau harus berbuat apa lagi. Kembali kepalanya berdenyut denyut. Ia membutuhkan seseorang untuk berbincang.Ia tak mungkin bisa menyelesaikan sendiri masalahnya.
***
"Ruti, kamu tenanglah, kamu harus percaya bahwa mas Panji akan bisa menemukan Dita. Dia kan banyak teman. Katanya kalau tidak ketemu hari ini ia akan lapor ke polisi."
"Ya, Laras, semoga semua baik2 saja. Terimakasih banyak kamu sudah menemani aku, dan menguatkan aku."
"Kamu itu ngomong apa, aku dan kamu itu bukan hanya teman, bukan hanya sahabat, bukan hanya saudara. Suka dan duka kamu adalah suka dan duka aku juga," jawab Laras sambil memeluk Maruti.
"Aku juga sedikit lega, besok pagi ibu sudah boleh dipindahkan ke zal. Berarti masa kritisnya sudah berlalu."
"Aku ikut gembira Rut, ibu bersemangat sekali setelah mendengar bahwa ternyata Dita tidak menderita penyakit apapun. "
"Tapi bagaimana nanti kalau ibu menanyakannya? Dita belum bisa ditemukan," kata Maruti sedih.
"Nanti kita bisa berbohong dulu Ruti, Dita sedang istirahat atau apa, mudah2an ibu puas dengan jawaban itu."
"Semoga saja."
"Aku akan menelpon mas Panji, barangkali sudah ada berita," kata Laras.
Tapi ternyata tidak tersambung. Tampaknya Panji sedang berbicara dengan seseorang.
"Bagaimana?" tanya Maruti masih dengan perasaan was2.
"Tidak tersambung, sibuk. Mungkin sedang menelpon seseorang, atau teman2nya yang akan membantunya.
"Ya Tuhan, lindungilah Dita.
***
"Aku menghubungi kamu dari tadi tapi tidak tersambung Pras," kata Panji ketika sampai dikantor Agus.
"Ada meeting siang tadi. Sedianya aku mau kerumah sakit untuk menjenguk bu Tarjo, tapi belum bisa. Aku juga menunggu berita dari kamu."
"Celaka.." keluh Panji.
"Ada apa?"
"Tadi Dita sempat menelpon aku."
"Oh ya, dia katakan mereka dimana?"
"Ya nggak mungkin, Dita hanya menangis dan bilang minta tolong, kemudian telephone ditutup. Pasti Santi yang menyuruhnya. Tak lama setelah itu ada SMS Lihat ini," Panji menunjukkan SMS yang dikirim ke ponselnya.
"Dia mengancam akan mencelakai Dita..."
"Aku sudah sampai di kantor pulisi tadi, tapi aku bingung, keselamatan Dita tergantung kita."
"Ya ampun, aku tidak mengira Santi bisa berbuat senekat itu. Ternyata dia tuh sakit jiwa," keluh Agus.
"Aku mengira, salah satu nomor tilpone yang kamu berikan ke aku itu, ada yang bisa berhubungan dengan Santi dan membantunya. Kalau tidak dia tidak akan sepanik itu, sampai mengancam segala."
"Iya ya, tapi yang mana?"
"Tak seorangpun diantara mereka bilang mengetahui keberadaan Santi. Bahkan rata2 bilang sudah lama tidak berhubungan dengan dia."
"Aku akan minta tolong temanku, dia seorang intel, dia akan membantu mencarinya secara diam2. Semoga tidak tercium olehnya."
"Terimakasih banyak Pras, kamu banyak membantu aku dan Maruti," kata Panji. Sedikit teriris hati Agus, ada harapan yang melayang bersamaan dengan peritiwa itu.
***
"Dita masih tergolek lemas di sofa itu. Santi memaksanya makan, tapi hanya sesuap dua suap masuk ke mulutnya.
"Apakah hidupku akan berakhir disini?" bisik Santi dalam hati. Ia berusaha kabur, tapi kesempatan itu tak ada.
Hari telah malam, semua pintu terkunci, dan Santi memasukkan kunci itu kedalam tas nya.Lalu ia berbaring disebuah sofa yang lain, tak jauh dari tempat Dita berbaring. Ada kamar di pondok itu, tapi Santi tak mau tidur didalamnya. Tak lama kemudian terdengar dengkur halus, Santi tertidur. Perlahan Dita bangkit dan mencoba duduk. Kepalanya terasa berputar. Sejenak disandarkannya kepalanya kesandaran. Diraihnya botol minuman dan diteguknya. Ia tau Santi tadi memasukkan kunci rumah kedalam tas yang diletakkannya disamping tempatnya berbaring. Seperti mudah meraihnya. Santi menenangkan batinnya, ia harus bangkit, berusaha mengambil kunci dan kabur. Hanya itu satu2nya jalan agar terlepas dari cengkeraman Santi.
Perlahan Dita mencoba berdiri, sedikit terhuyung, lalu tangannya berpegangan pada sandaran sofa. Ia menahan nafasnya yang sedikit terengah, jangan sampai Santi mendengarnya.
Selangkah ia maju. Dan Santi terbatuk batuk. Upps... Dita mundur dan kembali merebahkan tubuhnya di sofa. Diliriknya Santi, hanjya terbatuk sebentar, kemudian kembali tertidur, setidaknya itulah yang dilihat oleh Dita. Dadanya berdegup kencang. Semoga ada kesempatan mencuri kunci pintu itu.
Dita berhenti sejenak, ia masih khawatir kalau ada gerakan Santi yang kemudian bisa melihat dirinya yang sedang berusaha kabur. Dilihatnya Santi mengubah posisi tidurnya. Dan.. bukk.. Santi terjatuh dari sofa itu. Dita memejamkan mata, pura2 tertidur pulas. Celaka, pasti Santi jadi terbangun.
"Kurangajar, kursi ini sempit sekali... huhh... " Santi bangkit, lalu kembali naik keatas sofa.
"Huhh.. sungguh tidak enak tidur disini. Santi bangkit lalu masuk kedalam kamar. Ia lupa tasnya masih tertinggal. Dita melirik ke sofa bekas tempat tidur Santi, dan hampir bersorak karena tas itu masih tertinggal disana.
"Ya Tuhan, tolong aku... tolong aku...," desisnya lirih.
Tapi ia belum berani bergerak. Ia bangkit setelah beberapa sa'at, lalu melangkah tersaruk pelan mendekati kamar itu. Ia harus tau apakah Santi sudah tertidur kembali atau belum. Kepala Dita masih berdenyut, tapi tak dihiraukannya. Kamar itu tidak terkunci, bahkan sedikit terbuka. Dita bisa menintip kedalam, dan melihat Santi meringkuk diatas pembaringan.
Dita berjingkat, menuju kearah tas Santi yang masih tergelethak ditempatnya.
"Ya Tuhan, tolong aku.. tolong aku, berkali2 ia berbisik. Tangannya gemetar. Tas itu sudah dipegangnya, ia menarik ruisletingnya, perlahan. Senyap yang menyentak memungkinkan suara sehalus apapun bisa terdengar oleh telinga.
Perlahan tangannya merogoh kedalam, aduuh.. mana kunci itu...
Tiba2 terdengar Santi terbatuk kembali dari dalam kamar. Dita melompat kearah tempatnya berbaring semula dan merebahkan diri lagi. Tersengal nafasnya karena tegang yang menghimpitnya.
Lalu terdengar langkah kaki mendekat. Dita menyipitkan matanya, Dari sela2 bulu matanya dilihatnya Santi mengambil botol minuman dan menenggaknya. Lalu Santi kembali melangkah kedalam kamar. Tapi dibawanya tas yang tadi tertinggal disana.
***
No comments:
Post a Comment