Bagian 88
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Perang Dzi Amar
Peperangan ini merupakan operasi militer terbesar yang dipimpin Rasulullah ﷺ , sebelum Perang Badar. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram tahun ketiga Hijriah.
Faktor penyebabnya adalah intelijen Madinah menyampaikan berita kepada Rasulullah ﷺ , bahwa ada sekelompok besar dari bani Tsa’labah dan Maharib berkumpul untuk melancarkan serangan di pinggiran Madinah. Maka Rasulullah ﷺ mendorong kaum muslimin untuk keluar berperang, Kemudian keluarlah Beliau membawa 450 tentara yang berkendaraan maupun yang berjalan kaki. Beliau menyerahkan urusan Madinah kepada Utsman bin Affan.
Di tengah-tengah perjalanan, mereka menangkap seseorang dari Bani Tsa’labah bernama Jabbar. Ia pun dibawa kepada Rasulullah ﷺ . Lalu Beliau menyerukan Islam kepada-nya, dan ia pun masuk Islam.
Kemudian dibolehkan bergabung bersama Bilal dan menjadi penunjuk jalan pasukan kaum muslimin menuju daerah musuh.
Musuh bercerai-berai di puncak-puncak gunung, ketika mendengar kedatangan pasukan kaum Muslimin. Nabi ﷺ bersama pasukannya sampai di tempat berkumpulnya mereka, yaitu di Dzi Amar.
Di sana beliau tinggal selama sebulan penuh, Bulan Safar tahun ketiga Hijriah, untuk menunjukkan kekuatan kaum muslimin kepada orang-orang Arab Badui dan agar mereka merasa takut. Setelah itu beliau kembali ke Madinah.
Pembunuhan Ka’ab Bin Al Asyraf
Ka’ab bin Al Asyraf adalah seorang Yahudi yang paling keras memusuhi Islam dan kaum muslimin, paling keras gangguannya kepada Rasulullah ﷺ dan menyerukan untuk memerangi beliau.
Ka’ab bin Al Asyraf berasal dari kabilah Thai’ dari bani Nabhan dan ibunya dari bani Nadhir. Ia adalah seorang yang kaya raya, di kalangan orang-orang, terkenal dengan ketampanannya dan juga seorang penyair.
Bentengnya terletak di sebelah tenggara Madinah di belakang perkampungan Bani Nadhir.
Ketika pertama kali mendengar berita tentang kemenangan kaum muslimin dan terbunuhnya para pemimpin Quraisy di Badar ia berkata,
“Apakah berita ini benar? Mereka itu adalah para pemimpin orang-orang Arab dan raja manusia. Demi Allah, seandainya Muhammad dan para sahabatnya berhasil menundukkan mereka, perut bumi ini sungguh lebih baik daripada punggungnya.”
Tatkala kebenaran berita tersebut sudah dapat dipastikan, musuh Allah tersebut tergerak untuk mencaci Rasulullah ﷺ dan kaum Muslimin, memuji musuh-musuh kaum Muslimin, dan membangkitkan mereka untuk memusuhi kaum Muslimin.
Ia tidak puas dengan sekedar berbuat seperti itu, sehingga ia pun mendatangi orang-orang Quraisy dan singgah di tempat Al Muthalib Bin Abi Wada’ah ah Sahmi. Di sana ia mengalunkan syair-syair ratapan para korban Badar dari kaum musyrikin yang dimasukkan ke dalam sebuah sumur badar.
Dengan demikian ia dapat membangkitkan kemarahan anak cucu mereka dengan kedengkian mereka terhadap Nabi ﷺ, serta mengajak mereka untuk memeranginya.
Ketika berada di Mekah, Ka’ab ditanya oleh Abu Sufyan dan kaum musyrikin,
“Mana yang lebih engkau sukai, agama kami atau agama Muhammad dan para sahabatnya? Dan manakah yang benar jalan kami ataukah Muhammad dan para sahabatnya?
Ka’ab menjawab,
“Kalian lah yang lebih benar jalannya dan lebih baik.
Kemudian turunlah firman Allah ta’ala:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَٰؤُلَاءِ أَهْدَىٰ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman.
Surah An-Nisa’ (4:51)
Kemudian Ka’ab kembali ke Madinah dalam keadaan demikian. Di dalam syair-syairnya mulai berani merayu-rayu istri-istri para sahabat dan menyakiti para sahabat dengan kelancangan lidahnya yang keras.
Ketika itulah Rasulullah ﷺ berkata,
“Siapakah yang bersedia membunuh Ka’ab bin Al Asyraf? Sungguh ia telah menyakiti Allah dan Rasulnya”
Maka Muhammad bin Maslamah bangkit dan mengatakan,
“Saya, wahai Rasulullah. Apakah Engkau suka apabila saya membunuhnya?”
“Ya,” jawab Beliau.
Muhammad bin Maslamah mengatakan,
“Ijinkan aku mengatakan sesuatu (kepadanya).”
“Katakanlah,” sahut Beliau.
Bersambung
–
Semoga Kita Mendapat Barokah Alloh
آمينَ يا رَبَّ الْعلَمِيْنَ
بَارَكَ اللهُ فِيْك
No comments:
Post a Comment