Wednesday, July 8, 2015

Sami'na Wa Atho'na

Kalimat "Sami'na Wa Atho'na" sering di ucapkan oleh salah seorang guru saya dulu ketika masih berada di Pondok Pesantren, beliau sering memberikan nasehat dengan mengucapkan kata-kata tersebut, apalagi kalau salah seorang dari kami para santri yang melanggar aturan-aturan pondok, seperti tidak shalat tepat waktu dengan berjama'ah, mengambil barang teman tanpa seizinnya dan lain-lain.

Ini adalah salah satu kalimat yang sangat melekat dalam benak saya sebagai nasihat, apalagi jikalau melihat adanya pihak atau kelompok yang tidak setuju dengan pemimpin yang sah setelah didaulat dan di sumpah untuk memimpin sebuah organisasi atau bahkan sebuah negara.

Hal tersebut seringkali terjadi terhadap pihak atau kelompok yang masih terjebak oleh sentimen fanatisme yang berlebihan, sehingga membuat pikirannya tidak sehat dan hal-hal yang tidak etis dan logispun dapat terjadi. Seperti tidak mengakui pemimpin yang sah.

Padahal kemajuan sebuah negara itu tidak lain karena rakyat yang saling bahu-membahu mendukung dan membantu jalannya sebuah roda kepemerintahan, tentunya dengan menyerahkan tonggak kepemimpinannya kepada pemimpin yang sah sebagai pengatur tunggal, pastinya juga dengan pembantu-pembantunya di parlemen. Terlebih lagi bagi orang-orang Islam yang sudah sepantasnya mengetahui apa makna dari kalimat "Sami'na Wa Atho'na" ini sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-Baqarah [2]:285, dalam ayat tersebut menggambarkan orang-orang beriman yang bersama Rasulullah, dimana mereka telah beriman kepada Allah, Para Malaikat, Kitab-kitab-Nya dan kepada Para Rasul-Nya.

Kalimat Sami'na Wa Atho'na ini juga dikorelasikan kepada pemimpin yang Sah karena telah menucapkan sumpah untuk mengemban amanah di bawah ayat-ayat suci-Nya.

Tentang taat kepada pemimpin juga sebagaimana yang tercantum dalam QS. An-Nisa': 59 "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan para Rasul (Nya) dan Ulil Amri di antara kamu.

Meskipun kata Ulil Amri di antara kamu ini juga ulama berbeda dalam menafsirkannya, seperti dalam tafsir at-Thabari, ada kelompok ulama yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah mereka yang memiliki ilmu dan pengetahuan akan fiqih, sahabat Rasulullah dan ada juga berpendapat bahwa yang dimaksud adalah Abu Bakar dan Umar.

Imam Al-Mawardi dalam kitab tafsirnya juga mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ulil amri adalah pemimpin-pemimpin yang konotasinya adalah pemimpin dalam hal keduniaan. Pendapat ini dipegang oleh Ibnu Abbas, As-Sady, Abu Hurairah dan Ibnu Zaid. Dan masih banyak lagi pendapat-pendapat lainnya. Intinya adalah jikalau taat kepada Allah, Malaikat, Kitab dan Rasul-Nya, sudah semestinya juga taat kepada pemimpin yang sah sebagai utusan Allah untuk mengatur sebuah negara. Semoga bermanfaat.

Arjuna Ahmad

Zuhud

Oleh : Ustadz Aam Amiruddin

Ustadz, saya sering mendengar istilah zuhud. Mohon dijelaskan apa sebenarnya arti zuhud itu dan bagaimana bentuknya dalam kehidupan nyata ?
Terima kasih atas penjelasannya.
Reno@ …. Com

Jawaban :

Secara harfiah, zuhud berarti tidak berminat kepada sesuatu yang bersifat keduniawian, alias meninggalkan gemerlap kehidupan yang bersifat material.

Zuhud termasuk salah satu ajaran agama yang sangat penting dalam rangka mengendalikan diri dari pengaruh negatif kehidupan dunia. Orang zuhud lebih mengutamakan atau mengejar kebahagiaan hidup di akhirat yang abadi daripada mengejar kehidupan dunia yang fana.

Hal ini dapat dipahami dari isyarat ayat berikut,
“Katakanlah: Kesenangan dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.” ( Q.S. An-Nisa 4 : 77 ).

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” ( Q.S. Al-Anaam 6: 32 ).

“Padahal kenikmatan hidup di dunia ini ( dibandingkan dengan kehidupan ) akhirat hanyalah sedikit.” ( Q.S. At-Taubah 9 : 38 ).

Ayat-ayat di atas memberi petunjuk bahwa kehidupan dunia yang sekejap ini sungguh tidak sebanding bila dibandingkan dengan kehidupan akhirat yang kekal dan abadi. Kehidupan akhirat lebih baik dari kehidupan dunia. Lebih lanjut Allah berfirman,
“Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” ( QS. Al-A’la 87 : 17 ).

Orang zuhud bukan berarti meninggalkan dunia secara total, mereka menjadikan dunia hanya sebatas genggaman tangannya dan tidak sampai memperbudak hatinya. Inilah hakikat zuhud.

Perhatikan ayat berikut, “Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu ( kebahagiaan ) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan duniawi, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” ( Q.S. Al Qashash 28 :77 )

Dalam ayat ini Allah memerintahkan agar kita menggunakan segala kenikmatan yang diberikan-Nya untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat. Namun Allah swt. menegaskan bahwa kehidupan dunia juga tidak boleh kita lupakan. Merujuk pada ayat ini, kita bisa menyimpulkan bahwa orang zuhud sangat mengutamakan kehidupan akhirat, namun mereka tidak meninggalkan kehidupan dunia, sehingga terjadi keseimbangan antara kebahagiaan dunia dan akhirat. Wallahu A’lam ■

Sumber : Bedah Masalah ,
Majalah Percikan Iman , No. 6 Th. II Juni 2001 / Rabi’ulawal 1422 H
Bedah Masalah ini dimuat kembali pada Majalah Percikan Iman , No. 03 Th. IV Maret 2003 / Dzulhijjah 1423 H
ΩΩΩ

Pengertian dan contoh sifat qanaah

Menurut bahasa qanaah artinya merasa cukup. Menurut Istilah qanaah berarti merasa cukup atas apa yang telah dikaruniakan Allah Swt kepada kita sehingga mampu menjauhkan diri dari sifat tamak, sifat tersebut berdasarkan pemahaman bahwa rezeki yang kita dapatkan sudah menjadi ketentuan Allah Swt.

Apapun yang kita terima dari Allah Swt merupakan karunia yang tiada terhingga. Oleh karena itu, sebagai umat Islam kita wajib bersyukur kepada-Nya.

Contoh prilaku qonaah dalam kehidupan sehari hari
Banyak sekali perilaku dalam kehidupan yang mencerminkan qanaah, dan perilaku-perilaku
itu harus kita kembangkan dalam kehidupan sehari-hari, diantara contoh perilaku yang
mencerminkan qanaah adalah :

1. Giat bekerja dan berusaha untuk mencapai hasil terbaik.

2. Jika hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan, tidak mudah kecewa dan
berputus asa.

3. Selalu bersyukur atas apa yang menjadi hasil usahanya, dan tidak pernah merasa iri atas
keberhasilan yang diperoleh orang lain.

4. Hidupnya sederhana dan menyesuaikan diri dengan keadaan, tidak rakus dan tidak
tamak.

5. Selalu yakin bahwa apa yang didapatnya dan yang ada pada dirinya merupakan
anugerah dari Allah swt.

Thursday, June 25, 2015

Ungkapan Subhanallah dan Masy-Allah

Oleh: K. H. Muhammad Arifin Ilham

( Arrahmah.com ) – Ungkapan dzikir atau kalimah thayyibah “Subhanallah” sering tertukar dengan ungkapan “Masya Allah”. Ucapkan “Masya Allah” kalau kita merasa kagum. Ucapkan “Subhanallah” jika melihat keburukan.

Selama ini kaum Muslim sering “salah kaprah” dalam mengucapkan Subhanallah (Mahasuci Allah), tertukar dengan ungkapan Masya Allah (Itu terjadi atas kehendak Allah). Kalau kita takjub, kagum, atau mendengar hal baik dan melihat hal indah, biasanya kita mengatakan
Subhanallah . Padahal, seharusnya kita mengucapkan Masya Allah yang bermakna “Hal itu terjadi atas kehendak Allah”.

Ungkapan Subhanallah tepatnya digunakan untuk mengungkapkan “ketidaksetujuan atas sesuatu”. Misalnya, begitu mendengar ada keburukan, kejahatan, atau kemaksiatan, kita katakan Subhanallah
(Mahasuci Allah dari keburukan demikian).

Ucapan Masya Allah
Masya Allah artinya “Allah telah berkehendak akan hal itu”. Ungkapan kekaguman kepada Allah dan ciptaan-Nya yang indah lagi baik. Menyatakan “semua itu terjadi atas kehendak Allah”.

Masya Allah diucapkan bila seseorang melihat hal yang baik dan indah. Ekspresi penghargaan sekaligus pengingat bahwa semua itu bisa terjadi hanya karena kehendak-Nya.

“Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu, ‘ Maasya Allah laa quwwata illa billah‘ (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan?” (QS. Al-Kahfi: 39).

Ucapan Subhanallah
Saat mendengar atau melihat hal buruk/jelek, ucapkan
Subhanallah sebagai penegasan: “Allah Mahasuci dari keburukan tersebut”.

Dari Abu Hurairah, ia berkata: “Suatu hari aku berjunub dan aku melihat Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam berjalan bersama para sahabat, lalu aku menjauhi mereka dan pulang untuk mandi junub. Setelah itu aku datang menemui Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau bersabda: ‘Wahai Abu Hurairah, mengapakah engkau malah pergi ketika kami muncul?’ Aku menjawab: ‘Wahai Rasulullah, aku kotor (dalam keadaan junub) dan aku tidak nyaman untuk bertemu kalian dalam keadaan junub. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Subhanallah , sesungguhnya mukmin tidak najis.” (HR. Tirmizi)

“Sesungguhnya mukmin tidak najis” maksudnya, keadaan junub jangan menjadi halangan untuk bertemu sesama Muslim. Dalam Al-Quran, ungkapan Subhanallah digunakan dalam menyucikan Allah dari hal yang tak pantas (hal buruk), misalnya: “Mahasuci Allah dari mempunyai anak, dari apa yang mereka sifatkan, mereka persekutukan”, juga digunakan untuk mengungkapkan keberlepasan diri dari hal menjijikkan semacam syirik.” (QS. 40-41).

Jadi, kesimpulannya, ungkapan Subhanallah dianjurkan setiap kali seseorang melihat sesuatu yang tidak baik, bukan yang baik-baik atau keindahan. Dengan ucapan itu, kita menegaskan bahwa Allah Subahanahu wa Ta’ala Maha Suci dari semua keburukan tersebut.

Masya Allah diucapkan bila seseorang melihat yang indah, indah karena keindahan atas kuasa dan kehendak Allah Ta’ala. Lalu, apakah kita berdosa karena mengucapkan Subhanallah, padahal seharusnya Masya Allah dan sebaliknya? Insyaa Allah tidak. Allah Maha Mengerti maksud perkataan hamba-Nya. Hanya saja, setelah tahu, mari kita ungkapkan dengan tepat antara Subhanallah dan Masya Allah .
Wallahu a’lam bish-shawabi .
(arrahmah.com)

Thursday, June 18, 2015

Short Massages From Sky Sepanjang Jalan


Dalam menapaki jalan kehidupan manusia dibekali dengan petunjuk jalan dan denah menuju kehadiratNya.

Kitab suci terakhir, Al Qur’anul Karim diturunkan dari langit sebagai pembeda yang hak dengan yang batil, sebagai cahaya yang menerangi jalan kebenaran dan sebagai konfirmasi rahmatan lil alamiin.

Disamping itu ummat Islam diberi banyak contoh dan teladan dan petunjuk pelaksanaan ajaran yang terdapat dalam Al Hadith. Bahkan dianjurkan untuk membaca fenomena dan peristiwa di bumi dan alam raya, yang terjadi pada masa lalu dan sekarang, untuk ditarik hikmah dari kejadian agar manusia sadar atas kekeliruan yang pernah dibuat oleh pendahulunya serta teladan dari kebaikan dan manfaat kebajikan yang dipertunjukkan oleh manusia dan alam sekelilingnya.

Karena kasih saying-Nya kepada mahluk manusia, di sepanjang jalan yang ditempuh, Allah swt. senantiasa mengirim sinyal SMS (‘short messages from sky’) kedalam hati nurani hambanya agar tidak sesat jalan dan tidak keliru memilih dalam mengambil keputusan untuk melangkah ke depan.

Sinyal ini meskipun akan banyak menolong manusia dalam memilih alternatif jalan tatkal sampai di persimpangan, tidak sedikit yang mengabaikannya apalagi berusaha mencoba mengartikan makna pesan yang terdapat didalamnya, sesuai bunyi surat Al A’raaf ayat 179:
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, (tetapi) tidak (dipergunakan) untuk memahami ayat-ayat Allah ……”
Dan surat Asy Syamsi ayat 8 dan 9 berbunyi:
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan (jiwa)nya “-
“Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotori (jiwa)nya”.
Menurut seorang ahli filsafat Pitirim A. Sorokin ada tiga bentuk kebenaran yakni PENGINDERAAN, RASIONAL dan INTUITIF
Kebenaran yang paling mendasar, paling penting, dan paling mendalam adalah kebenaran intuitif.

INTUISI, kata Sorokin adalah PONDASI paling penting bagi pemahaman kita atas etika, atas hal-hal yang baik dan berharga dalam hidup.

Apabila dikembangkan secara aktif , intuisi akan memperluas dan mempertinggi kecerdasan emosional dan merupakan sumber utama pengetahuan pribadi.

Bagi seorang mukmin pengembangan intuisi secara aktif diaktualisasikan dalam bentuk SIBGHAH atau PEWARNAAN DIRI dengan lingkungan yang kondusif untuk beribadah dan beramal, untuk menempuh hidup yang Islami dalam semua aspeknya.

Berusaha terus menerus untuk memahami ayat-ayat Al Qur’an secara tekstual dan kontekstual merupakan salah satu usaha untuk mempertajam kepekaan penerimaan dan penafsiran tanda-tanda (sinyal) oleh hati nurani, sehingga tercapai kestabilan dan keselamatan diatas jalan kehidupan yang diridhoi-Nya.

Sensitifitas hati nurani perlu terus ditingkatkan melalui do’a permohonan yang terangkai dengan keimanan, keyakinan yang benar, dan amal soleh, sesuai tuntunan Rasulullah SAW.

“Allahumma inna nas’aluka imanan daiman”
(Yaa Allah sesungguhnya kami mohon kepadaMu keimanan yang berkelanjutan)
“ Wa nas’aluka qalban khasi’an”
(Dan sesungguhnya kami mohon kepadaMu hati yang khusuk)
“Wa nas’aluka yakinan shadiqan”
(Dan sesungguhnya kami mohon kepadaMu keyakinan yang benar)
“Wa nas’aluka amalan shalihan”
(Dan sesungguhnya kami mohon kepadaMu amal yang saleh).Aamiin.

Ajaran Islam menghendaki pemahaman dan penghayatan yang kaffah, menyeluruh, tidak parsial, tidak dipilih-pilih mana yang disukai sesuai keinginan hati, sehingga tuntunan do’a pun meliputi keseluruhan aspek kehidupan yang komprihensip dunia-akhirat.

Permohonan do’a yang diajarkan Nabi Muhammad saw. berikut ini, sesuai dengan berbagai kondisi, waktu dan kebutuhan serta mampu menghidupkan cahaya hati nurani:

“Allahumma inna nas’aluka salamatan fid diini” –Ya Allah sesungguhnya kami mohon kepadaMu keselamatan Agama (Islam)
“Wa ‘afiyatan fil jasadi” – Dan kesehatan jasmani
“Wa ziyaadatan fil ‘ilmi” – Dan tambahan ilmu
“Wa barakatan fir rizqi” – Dan rizki yang barokah –
“Wa taubatan qablal mauti” – Dan taubat sebelum mati –
“ Wa rahmatan ‘indal mauti” – Dan rahmat ketika mati
“Wa maghfiratan ba’dal mauti” – Dan ampunan sesudah mati
“Allahumma hawwin ‘alainaa fii sakaraatil mauti” – Ya Allah mudahkanlah kami pada saat sakaratul maut –
“Wannajaata minan naari” – Dan lepaskanlah kami dari api neraka
“Wal ‘afwa ‘indal hisaab” – Dan mendapat maaf ketika dihisab
“Allahumma a’inni ‘alaa dzikrika wa husni ‘ibaadatika” – Ya Allah tolonglah daku dalam berdzikir dan memperbaiki ibadah
“Allahummaj’al khaira ‘umurii akhirahu” – Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku di akhirnya
“Wa khaira ‘amalii khawaatimahu” -Dan sebaik-baik amal di selesainya
“Wa khaira ayyaamii yauma alqaaka” – Dan sebai-baik hariku dihari perjumpaan denganMu –
“Allahumma inni a’udzubika minal kufri walfaqri wa’adzaabil qabri” – Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung padaMu dari kekafiran, dan kefakiran dan adzab kubur
“Allahumma inni a’udzubika minal jubni walbukhli” – Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari kesusahan dan kedukaan
“Wa audzubika minal ‘ajzi walkasali” – Dan aku berlindung kepadaMu dari lemah kemauan dan rasa malas – “Wa audzubika min ghalabatid daini wa qahrir rijaali” – Dan aku berlindung kepadaMu dari sifat pengecut, kikir, banyak hutang dan ikatan (kedzaliman) manusia.
Aamiin yaa Allah yaa Rabbal ‘alamiin.

Oleh: H Muhammad Abdullah
http://hilmanmuchsin.blogspot.com/2012/02/doa-dan-dzikir-pelita-hati-cahaya-

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER