Saturday, November 27, 2010

Kebenaran dan Keindahan

Keindahan bukan lawan kejelekan. Keindahan adalah hasil melatih diri terus-menerus untuk senantiasa bersyukur dengan apa yang kita miliki pada hari ini. Kerja keras tetap kerja keras. Tapi, hanya bersyukur yang membuat hasilnya berwajah penuh keindahan. Gede Prama

Mencari kebenaran, dapatnya keonaran. Demikian seorang sahabat mengeluh tentang upayanya memperjuangkan hak-hak pekerja. Setelah lama merasa ditekan-tekan, mereka mengambil sikap keras: demo.

Setelah demo tidak membuahkan hasil, mereka melanjutkannya dengan perusakan. Habis ini, mudah ditebak: mereka berurusan dengan aparat yang berujung pada pindahnya tempat tinggal ke gubuk derita yang disebut lembaga pemasyarakatan.

Seorang sahabat politisi punya pengalaman lain lagi. Setelah lama disebut pahlawan oleh publik melalui perlawanannya pada penguasa yang ditakuti, dia melanjutkan gaya yang sama ke rezim-rezim berikutnya.

Zaman berubah, penguasa berubah, kebebasan berubah, tapi rekan ini tetap sama: militan. Tentu, sudah diketahui nasibnya kemudian, lama-lama dianggap pahlawan kesiangan. Bahkan, nyaris bernasib tragis di gubuk derita yang sama.

Kendati kebenaran manusia tidak pernah absolut, setiap manusia yang berjuang memperjuangkan kebenaran layak dihormati. Sebab, sebagian dari orang-orang seperti inilah roda-roda peradaban berputar.

Check and balance. Itulah salah satu peran yang dimainkan. Sehingga, sejarah bisa berputar untuk kepentingan kebanyakan pihak. Agak sulit membayangkan pertumbuhan yang sehat tanpa check and balance. Karena itulah, sebagian pahlawan peradaban berasal dari manusia militan pembela kebenaran.

Warna-warna berat sebelah, seperti kepentingan pribadi, mau jadi pahlawan secara buru-buru, sampai dengan menggunakan perjuangan sebagai tangga-tangga memasuki kekuasaan, sudah mulai terlihat di sana sini. Ada yang bahkan lebih mengerikan dari ini. Karena merasa benar, kemudian membunuh di sana sini.

Teroris adalah salah satu contoh segar dalam hal ini. Demikian juga dengan negara yang menyerang negara lain tanpa alasan kuat. Sehingga, dalam gambaran total, kebenaran di tangan-tangan manusia seperti ini berwajah penuh darah. Kalau memang demikian wajah kebenaran, betapa mengerikannya wajah kebenaran.

Entah terinspirasi dari sini atau terinspirasi dari tempat lain, ada sekumpulan manusia yang mulai kurang tertarik dengan kebenaran, kemudian bergerak ke wilayah keindahan. Kalau kebenaran berwajah agak keras seperti batu, sehingga mudah sekali membuat manusia berbenturan, keindahan berwajah jauh lebih lembut.

Bila kebenaran sebagian lebih perjalanannya ke luar diri, keindahan lebih sebagai hasil ketekunan berjalan ke dalam diri. Kalau kebenaran sulit sekali menerima perbedaan, keindahan bisa ditemukan, baik dalam perbedaan maupun persamaan.

Jika kebenaran memerlukan banyak logika, keindahan memerlukannya dalam kuantitas ataupun kualitas yang terbatas. Bila kebenaran bertumbuh di atas penolakan (sebelum terbukti), keindahan memulainya dengan penerimaan-penerimaan. Karena itu, bisa dimaklumi kalau pencinta-pencinta keindahan memulainya dengan sebuah kata sederhana: bersyukur.

Ada yang berbeda antara penekun kebenaran keras dan penekun keindahan. Sinar wajahnya berbeda, senyumannya berbeda, kesantunannya berbeda, dan persahabatannya dengan kehidupan juga berbeda. Berkaitan dengan senyuman, senyuman pencinta keindahan membuatnya mudah terhubung.

Tidak saja dengan manusia lain, juga terhubung dengan hati dan perwujudan lain dari Tuhan. Karena itu, jangan terkejut kalau sahabat pencinta keindahan seperti menemukan sahabat di mana-mana. Tidak saja di tempat ramai bertemu sahabat, di hutan yang amat sepi sekalipun, dia bertemu sahabat.

Tentu, bukan maksud tulisan ini untuk mengganti kebenaran dengan keindahan. Sebab, memang, bukan sifat keindahan untuk menjadi pengganti apa pun. Sifat keindahan yang halus dan lembut, penuh penerimaan, sekaligus persahabatan membuatnya batal menjadi lawan kebenaran.

Keindahan bukan lawan kejelekan. Keindahan adalah hasil melatih diri terus-menerus untuk senantiasa bersyukur dengan apa yang kita miliki pada hari ini. Kerja keras tetap kerja keras. Tapi, hanya bersyukur yang membuat hasilnya berwajah penuh keindahan.

Kebenaran memang perlu, apalagi ketika mengambil keputusan menentukan. Tapi, membingkai kebenaran dengan keindahan membuat manusia mudah terhubung. Ini yang di Timur disebut dengan sekumpulan yogi.

Pada zaman dulu, yogi hanya identik dengan petapa di hutan. Sekarang, ia bisa berwajah keseharian sebagai kasir, customer service, polisi, ilmuwan, dan bisa apa saja.

Seorang yogi pernah menulis: when the blossoms vanish the fruits appear. Ketika bunganya hilang, buahnya muncul. Tatkala penampilan luar tidak lagi dianggap yang paling utama, ada penampilan dari dalam yang mulai menawan. (*)

Penulis adalah Presiden Direktur Dynamics Consulting, pembicara public, executive coacher, dan beralamat di www.dynamicsconsulting.com.

Tuesday, November 23, 2010

Pudarnya Pesona Cleopatra

Sumber : Buku "Pudarnya Pesona Cleopatra" (Novel Psikologi Islam Pembangun Jiwa)
Karya: Habiburrahman El Shirazy (Penulis Novel best seller Ayat-ayat Cinta)

***

Penyesalan tiada guna. Semoga semakin menggugah jiwa untuk mencintai pasangan hidup sepenuh hati segenap jiwa.

Dengan panjang lebar ibu menjelaskan, sebenarnya sejak ada dalan kandungan aku telah dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah kukenal."Ibunya Raihana adalah teman karib ibu waktu nyantri di pesantren Mangkuyudan Solo dulu" kata ibu.

"Kami pernah berjanji, jika dikarunia anak berlainan jenis akan besanan untuk memperteguh tali persaudaraan. Karena itu ibu mohon keikhlasanmu", ucap beliau dengan nada mengiba.

Dalam pergulatan jiwa yang sulit berhari-hari, akhirnya aku pasrah. Aku menuruti keinginan ibu. Aku tak mau mengecewakan ibu. Aku ingin menjadi mentari pagi dihatinya, meskipun untuk itu aku harus mengorbankan diriku.

Dengan hati pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat pada ibu. Meskipun sesungguhnya dalam hatiku timbul kecemasan-kecemasan yang datang begitu saja dan tidak tahu alasannya. Yang jelas aku sudah punya kriteria dan impian tersendiri untuk calon istriku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa berhadapan dengan air mata ibu yang amat kucintai. Saat khitbah (lamaran) sekilas kutatap wajah Raihana, benar kata Aida adikku, ia memang baby face dan anggun.

Namun garis-garis kecantikan yang kuinginkan tak kutemukan sama sekali. Adikku, tante Lia mengakui Raihana cantik, "cantiknya alami, bisa jadi bintang iklan Lux lho, asli ! kata tante Lia. Tapi penilaianku lain, mungkin karena aku begitu hanyut dengan gadis-gadis Mesir titisan Cleopatra, yang tinggi semampai, wajahnya putih jelita, dengan hidung melengkung indah, mata bulat bening khas arab, dan bibir yang merah. Di hari-hari menjelang pernikahanku, aku berusaha menumbuhkan bibit-bibit cintaku untuk calon istriku, tetapi usahaku selalu sia-sia.

Aku ingin memberontak pada ibuku, tetapi wajah teduhnya meluluhkanku. Hari pernikahan datang. Duduk dipelaminan bagai mayat hidup, hati hampa tanpa cinta, Pestapun meriah dengan empat group rebana. Lantunan shalawat Nabipun terasa menusuk-nusuk hati. Kulihat Raihana tersenyum manis, tetapi hatiku terasa teriris-iris dan jiwaku meronta. Satu-satunya harapanku adalah mendapat berkah dari Allah SWT atas baktiku pada ibuku yang kucintai. Rabbighfir li wa liwalidayya!

Layaknya pengantin baru, kupaksakan untuk mesra tapi bukan cinta, hanya sekedar karena aku seorang manusia yang terbiasa membaca ayat-ayatNya. Raihana tersenyum mengembang, hatiku menangisi kebohonganku dan kepura-puraanku. Tepat dua bulan Raihana kubawa ke kontrakan dipinggir kota Malang .

Mulailah kehidupan hampa. Aku tak menemukan adanya gairah. Betapa susah hidup berkeluarga tanpa cinta. Makan, minum, tidur, dan shalat bersama dengan makhluk yang bernama Raihana, istriku, tapi Masya Allah bibit cintaku belum juga tumbuh. Suaranya yang lembut terasa hambar, wajahnya yang teduh tetap terasa asing. Memasuki bulan keempat, rasa muak hidup bersama Raihana mulai kurasakan, rasa ini muncul begitu saja. Aku mencoba membuang jauh-jauh rasa tidak baik ini, apalagi pada istri sendiri yang seharusnya kusayang dan kucintai. Sikapku pada Raihana mulai lain. Aku lebih banyak diam, acuh tak acuh, agak sinis, dan tidur pun lebih banyak di ruang tamu atau ruang kerja. Aku merasa hidupku ada lah sia-sia, belajar di luar negeri sia-sia, pernikahanku sia-sia, keberadaanku sia-sia.

Tidak hanya aku yang tersiksa, Raihanapun merasakan hal yang sama, karena ia orang yang berpendidikan, maka diapun tanya, tetapi kujawab "tidak apa-apa koq mbak, mungkin aku belum dewasa, mungkin masih harus belajar berumah tangga "Ada kekagetan yang kutangkap diwajah Raihana ketika kupanggil 'mbak', "kenapa mas memanggilku mbak, aku kan istrimu, apa mas sudah tidak mencintaiku" tanyanya dengan guratan wajah yang sedih. "wallahu a'lam" jawabku sekenanya. Dengan mata berkaca-kaca Raihana diam menunduk, tak lama kemudian dia terisak-isak sambil memeluk kakiku, "Kalau mas tidak mencintaiku, tidak menerimaku sebagai istri kenapa mas ucapkan akad nikah? Kalau dalam tingkahku melayani mas masih ada yang kurang berkenan, kenapa mas tidak bilang dan menegurnya, kenapa mas diam saja, aku harus bersikap bagaimana untuk membahagiakan mas, kumohon bukalah sedikit hatimu untuk menjadi ruang bagi pengabdianku, bagi menyempurnakan ibadahku didunia ini". Raihana mengiba penuh pasrah. Aku menangis menitikan air mata buka karena Raihana tetapi karena kepatunganku. Hari terus berjalan, tetapi komunikasi kami tidak berjalan. Kami hidup seperti orang asing tetapi Raihana tetap melayaniku menyiapkan segalanya untukku.

Suatu sore aku pulang mengajar dan kehujanan, sampai dirumah habis maghrib, bibirku pucat, perutku belum kemasukkan apa-apa kecuali segelas kopi buatan Raihana tadi pagi, Memang aku berangkat pagi karena ada janji dengan teman. Raihana memandangiku dengan khawatir. "Mas tidak apa-apa" tanyanya dengan perasaan kuatir. "Mas mandi dengan air panas saja, aku sedang menggodoknya, lima menit lagi mendidih" lanjutnya. Aku melepas semua pakaian yang basah. "Mas airnya sudah siap" kata Raihana. Aku tak bicara sepatah katapun, aku langsung ke kamar mandi, aku lupa membawa handuk, tetapi Raihana telah berdiri didepan pintu membawa handuk. "Mas aku buatkan wedang jahe" Aku diam saja. Aku merasa mulas dan mual dalam perutku tak bisa kutahan. Dengan cepat aku berlari ke kamar mandi dan Raihana mengejarku dan memijit-mijit pundak dan tengkukku seperti yang dilakukan ibu. "Mas masuk angin. Biasanya kalau masuk angin diobati pakai apa, pakai balsam, minyak putih, atau jamu?" Tanya Raihana sambil menuntunku ke kamar. "Mas jangan diam saja dong, aku kan tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk membantu Mas". "Biasanya dikerokin" jawabku lirih. "Kalau begitu kaos mas dilepas ya, biar Hana kerokin" sahut Raihana sambil tangannya melepas kaosku. Aku seperti anak kecil yang dimanja ibunya. Raihana dengan sabar mengerokin punggungku dengan sentuhan tangannya yang halus. Setelah selesai dikerokin, Raihana membawakanku semangkok bubur kacang hijau. Setelah itu aku merebahkan diri di tempat tidur. Kulihat Raihana duduk di kursi tak jauh dari tempat tidur sambil menghafal Al Quran dengan khusyu. Aku kembali sedih dan ingin menangis, Raihana manis tapi tak semanis gadis-gadis mesir titisan Cleopatra.

Dalam tidur aku bermimpi bertemu dengan Cleopatra, ia mengundangku untuk makan malam di istananya. "Aku punya keponakan namanya Mona Zaki, nanti akan aku perkenalkan denganmu" kata Ratu Cleopatra. "Dia memintaku untuk mencarikannya seorang pangeran, aku melihatmu cocok dan berniat memperkenalkannya denganmu". Aku mempersiapkan segalanya. Tepat puku 07.00 aku datang ke istana, kulihat Mona Zaki dengan pakaian pengantinnya, cantik sekali. Sang ratu mempersilakan aku duduk di kursi yang berhias berlian.

Aku melangkah maju, belum sempat duduk, tiba-tiba "Mas, bangun, sudah jam setengah empat, mas belum sholat Isya" kata Raihana membangunkanku. Aku terbangun dengan perasaan kecewa. "Maafkan aku Mas, membuat Mas kurang suka, tetapi Mas belum sholat Isya" lirih Hana sambil melepas mukenanya, mungkin dia baru selesai sholat malam. Meskipun cuman mimpi tapi itu indah sekali, tapi sayang terputus. Aku jadi semakin tidak suka sama dia, dialah pemutus harapanku dan mimpi-mimpiku. Tapi apakah dia bersalah, bukankah dia berbuat baik membangunkanku untuk sholat Isya. Selanjutnya aku merasa sulit hidup bersama Raihana, aku tidak tahu dari mana sulitnya. Rasa tidak suka semakin menjadi-jadi. Aku benar-benar terpenjara dalam suasana konyol. Aku belum bisa menyukai Raihana. Aku sendiri belum pernah jatuh cinta, entah kenapa bisa dijajah pesona gadis-gadis titisan Cleopatra.

"Mas, nanti sore ada acara qiqah di rumah Yu Imah. Semua keluarga akan datang termasuk ibundamu. Kita diundang juga. Yuk, kita datang bareng, tidak enak kalau kita yang dieluk-elukan keluarga tidak datang." Suara lembut Raihana menyadarkan pengembaraanku pada Jaman Ibnu Hazm. Pelan-pelan ia letakkan nampan yang berisi onde-onde kesukaanku dan segelas wedang jahe. Tangannya yang halus agak gemetar. Aku dingin-dingin saja. "Maaf… maaf jika mengganggu Mas, maafkan Hana, "lirihnya, lalu perlahan-lahan beranjak meninggalkan aku di ruang kerja. "Mbak! Eh maaf, maksudku D..Din..Dinda Hana!, panggilku dengan suara parau tercekak dalam tenggorokan. "Ya Mas!" sahut Hana langsung menghentikan langkahnya dan pelan-pelan menghadapkan dirinya padaku. Ia berusaha untuk tersenyum, agaknya ia bahagia dipanggil "dinda". "Matanya sedikit berbinar. "Te.. terima kasih Di..dinda, kita berangkat bareng kesana, habis sholat dhuhur, Insya Allah." ucapku sambil menatap wajah Hana dengan senyum yang kupaksakan.

Raihana menatapku dengan wajah sangat cerah, ada secercah senyum bersinar dibibirnya. "Terima kasih Mas, Ibu kita pasti senang, mau pakai baju yang mana Mas, biar dinda siapkan? Atau biar dinda saja yang memilihkan ya?". Hana begitu bahagia.

Perempuan berjilbab ini memang luar biasa, Ia tetap sabar mencurahkan bakti meskipun aku dingin dan acuh tak acuh padanya selama ini. Aku belum pernah melihatnya memasang wajah masam atau tidak suka padaku. Kalau wajah sedihnya ya. Tapi wajah tidak sukanya belum pernah. Bah, lelaki macam apa aku ini, kutukku pada diriku sendiri. Aku memaki-maki diriku sendiri atas sikap dinginku selama ini., Tapi, setetes embun cinta yang kuharapkan membasahi hatiku tak juga turun. Kecantikan aura titisan Cleopatra itu? Bagaimana aku mengusirnya. Aku merasa menjadi orang yang paling membenci diriku sendiri di dunia ini.

Acara pengajian dan qiqah putra ketiga Fatimah kakak sulung Raihana membawa sejarah baru lembaran pernikahan kami. Benar dugaan Raihana, kami dielu-elukan keluarga, disambut hangat, penuh cinta, dan penuh bangga. "Selamat datang pengantin baru! Selamat datang pasangan yang paling ideal dalam keluarga! Sambut Yu Imah disambut tepuk tangan bahagia mertua dan bundaku serta kerabat yang lain. Wajah Raihana cerah. Matanya berbinar-binar bahagia. Lain dengan aku, dalam hatiku menangis disebut pasangan ideal.

Apanya yang ideal. Apa karena aku lulusan Mesir dan Raihana lulusan terbaik dikampusnya dan hafal Al Quran lantas disebut ideal? Ideal bagiku adalah seperti Ibnu Hazm dan istrinya, saling memiliki rasa cinta yang sampai pada pengorbanan satu sama lain. Rasa cinta yang tidak lagi memungkinkan adanya pengkhianatan. Rasa cinta yang dari detik ke detik meneteskan rasa bahagia.

Tapi diriku? Aku belum bisa memiliki cinta seperti yang dimiliki Raihana. Sambutan sanak saudara pada kami benar-benar hangat. Aku dibuat kaget oleh sikap Raihana yang begitu kuat menjaga kewibawaanku di mata keluarga. Pada ibuku dan semuanya tidak pernah diceritakan, kecuali menyanjung kebaikanku sebagai seorang suami yang dicintainya. Bahkan ia mengaku bangga dan bahagia menjadi istriku. Aku sendiri dibuat pusing dengan sikapku. Lebih pusing lagi sikap ibuku dan mertuaku yang menyindir tentang keturunan. "Sudah satu tahun putra sulungku menikah, koq belum ada tanda-tandanya ya, padahal aku ingin sekali menimang cucu" kata ibuku. "Insya Allah tak lama lagi, ibu akan menimang cucu, doakanlah kami. Bukankah begitu, Mas?" sahut Raihana sambil menyikut lenganku, aku tergagap dan mengangguk sekenanya.

Setelah peristiwa itu, aku mencoba bersikap bersahabat dengan Raihana. Aku berpura-pura kembali mesra dengannya, sebagai suami betulan. Jujur, aku hanya pura-pura. Sebab bukan atas dasar cinta, dan bukan kehendakku sendiri aku melakukannya, ini semua demi ibuku. Allah Maha Kuasa. Kepura-puraanku memuliakan Raihana sebagai seorang istri. Raihana hamil. Ia semakin manis.

Keluarga bersuka cita semua. Namun hatiku menangis karena cinta tak kunjung tiba. Tuhan kasihanilah hamba, datangkanlah cinta itu segera. Sejak itu aku semakin sedih sehingga Raihana yang sedang hamil tidak kuperhatikan lagi. Setiap saat nuraniku bertanya "Mana tanggung jawabmu!" Aku hanya diam dan mendesah sedih. "Entahlah, betapa sulit aku menemukan cinta" gumamku.

Dan akhirnya datanglah hari itu, usia kehamilan Raihana memasuki bulan ke enam. Raihana minta ijin untuk tinggal bersama orang tuanya dengan alasan kesehatan. Kukabulkan permintaanya dan kuantarkan dia kerumahnya. Karena rumah mertua jauh dari kampus tempat aku mengajar, mertuaku tak menaruh curiga ketika aku harus tetap tinggal dikontrakan. Ketika aku pamitan, Raihana berpesan, "Mas untuk menambah biaya kelahiran anak kita, tolong nanti cairkan tabunganku yang ada di ATM. Aku taruh dibawah bantal, no.pinnya sama dengan tanggal pernikahan kita".

Setelah Raihana tinggal bersama ibunya, aku sedikit lega. Setiap hari Aku tidak bertemu dengan orang yang membuatku tidak nyaman. Entah apa sebabnya bisa demikian. Hanya saja aku sedikit repot, harus menyiapkan segalanya. Tapi toh bukan masalah bagiku, karena aku sudah terbiasa saat kuliah di Mesir.

Waktu terus berjalan, dan aku merasa enjoy tanpa Raihana. Suatu saat aku pulang kehujanan. Sampai rumah hari sudah petang, aku merasa tubuhku benar-benar lemas. Aku muntah-muntah, menggigil, kepala pusing dan perut mual. Saat itu terlintas dihati andaikan ada Raihana, dia pasti telah menyiapkan air panas, bubur kacang hijau, membantu mengobati masuk angin dengan mengeroki punggungku, lalu menyuruhku istirahat dan menutupi tubuhku dengan selimut. Malam itu aku benar-benar tersiksa dan menderita. Aku terbangun jam enam pagi. Badan sudah segar. Tapi ada penyesalan dalam hati, aku belum sholat Isya dan terlambat sholat subuh. Baru sedikit terasa, andaikan ada Raihana tentu aku ngak meninggalkan sholat Isya, dan tidak terlambat sholat subuh.

Lintasan Raihana hilang seiring keberangkatan mengajar di kampus. Apalagi aku mendapat tugas dari universitas untuk mengikuti pelatihan mutu dosen mata kuliah bahasa arab. Diantaranya tutornya adalah professor bahasa arab dari Mesir. Aku jadi banyak berbincang dengan beliau tentang mesir. Dalam pelatihan aku juga berkenalan dengan Pak Qalyubi, seorang dosen bahasa arab dari Medan . Dia menempuh S1-nya di Mesir. Dia menceritakan satu pengalaman hidup yang menurutnya pahit dan terlanjur dijalani.
"Apakah kamu sudah menikah?" kata Pak Qalyubi.
"Alhamdulillah, sudah" jawabku.
"Dengan orang mana?".
"Orang Jawa".
"Pasti orang yang baik ya. Iya kan ? Biasanya pulang dari Mesir banyak saudara yang menawarkan untuk menikah dengan perempuan shalehah. Paling tidak santriwati, lulusan pesantren. Istrimu dari pesantren?".
"Pernah, alhamdulillah dia sarjana dan hafal Al Quran".
"Kau sangat beruntung, tidak sepertiku".
"Kenapa dengan Bapak?"
"Aku melakukan langkah yang salah, seandainya aku tidak menikah dengan orang Mesir itu, tentu batinku tidak merana seperti sekarang".
"Bagaimana itu bisa terjadi?".

Kamu tentu tahu kan gadis Mesir itu cantik-cantik, dank arena terpesona dengan kecantikanya saya menderita seperti ini. Ceritanya begini, Saya seorang anak tunggal dari seorang yang kaya, saya berangkat ke Mesir dengan biaya orang tua. Disana saya bersama kakak kelas namanya Fadhil, orang Medan juga. Seiring dengan berjalannya waktu, tahun pertama saya lulus dengan predkat jayyid, predikat yang cukup sulit bagi pelajar dari Indonesia .

Demikian juga dengan tahun kedua. Karena prestasi saya, tuan rumah tempat saya tinggal menyukai saya. Saya dikenalkan dengan anak gadisnya yang bernama Yasmin. Dia tidak pakai jilbab. Pada pandangan pertama saya jatuh cinta, saya belum pernah melihat gadis secantuk itu. Saya bersumpah tidak akan menikaha dengan siapapun kecuali dia. Ternyata perasaan saya tidak bertepuk sebelah tangan. Kisah cinta saya didengar oleh Fadhil. Fadhil membuat garis tegas, akhiri hubungan dengan anak tuan rumah itu atau sekalian lanjutkan dengan menikahinya. Saya memilih yang kedua.

Ketika saya menikahi Yasmin, banyak teman-teman yang memberi masukan begini, sama-sama menikah dengan gadis Mesir, kenapa tidak mencari mahasiswi Al Azhar yang hafal Al Quran, salehah, dan berjilbab. Itu lebih selamat dari pada dengan YAsmin yang awam pengetahuan agamanya. Tetpai saya tetap teguh untuk menikahinya. Dengan biaya yang tinggi saya berhasil menikahi YAsmin. Yasmin menuntut diberi sesuatu yang lebih dari gadis Mesir.

Perabot rumah yang mewah, menginap di hotel berbintang. Begitu selesai S1 saya kembali ke Medan , saya minta agar asset yang di Mesir dijual untuk modal di Indonesia. KAmi langsung membeli rumah yang cukup mewah di kota Medan . Tahun-tahun pertama hidup kami berjalan baik, setiap tahunnya Yasmin mengajak ke Mesir menengok orang tuanya. Aku masih bisa memenuhi semua yang diinginkan Yasmin. Hidup terus berjalan, biaya hidup semakin nambah, anak kami yang ketiga lahir, tetapi pemasukan tidak bertambah. Saya minta Yasmin untuk berhemat. Tidak setiap tahun tetapi tiga tahun sekali YAsmin tidak bisa.

Aku mati-matian berbisnis, demi keinginan Yasmin dan anak-anak terpenuhi. Sawah terakhir milik Ayah saya jual untuk modal. Dalam diri saya mulai muncul penyesalan. Setiap kali saya melihat teman-teman alumni Mesir yang hidup dengan tenang dan damai dengan istrinya. Bisa mengamalkan ilmu dan bisa berdakwah dengan baik. Dicintai masyarakat. Saya tidak mendapatkan apa yang mereka dapatkan. Jika saya pengin rending, saya harus ke warung. Yasmin tidak mau tahu dengan masakan Indonesia .

Kau tahu sendiri, gadis Mesir biasanya memanggil suaminya dengan namanya. Jika ada sedikit letupan, maka rumah seperti neraka. Puncak penderitaan saya dimulai setahun yang lalu. Usaha saya bangkrut, saya minta YAsmin untuk menjual perhiasannya, tetapi dia tidak mau. Dia malah membandingkan dirinya yang hidup serba kurang dengan sepupunya. Sepupunya mendapat suami orang Mesir.

Saya menyesal meletakkan kecantikan diatas segalanya. Saya telah diperbudak dengan kecantikannya. Mengetahui keadaan saya yang terjepit, ayah dan ibu mengalah. Mereka menjual rumah dan tanah, yang akhirnya mereka tinggal di ruko yang kecil dan sempit. Batin saya menangis. Mereka berharap modal itu cukup untuk merintis bisnis saya yang bangkrut. Bisnis saya mulai bangkit, Yasmin mulai berulah, dia mengajak ke Mesir. Waktu di Mesir itulah puncak tragedy yang menyakitkan. "Aku menyesal menikah dengan orang Indonesia , aku minta kau ceraikan aku, aku tidak bisa bahagia kecuali dengan lelaki Mesir". Kata Yasmin yang bagaikan geledek menyambar. Lalu tanpa dosa dia bercerita bahwa tadi di KBRI dia bertemu dengan temannya. Teman lamanya itu sudah jadi bisnisman, dan istrinya sudah meninggal.

Yasmin diajak makan siang, dan dilanjutkan dengan perselingkuhan. Aku pukul dia karena tak bisa menahan diri. Atas tindakan itu saya dilaporkan ke polisi. Yang menyakitkan adalah tak satupun keluarganya yang membelaku. Rupanya selama ini Yasmin sering mengirim surat yang berisi berita bohong. Sejak saat itu saya mengalami depresi. Dua bulan yang lalu saya mendapat surat cerai dari Mesir sekaligus mendapat salinan surat nikah Yasmin dengan temannya. Hati saya sangat sakit, ketika si sulung menggigau meminta ibunya pulang".

Mendengar cerita Pak Qulyubi membuatku terisak-isak. Perjalanan hidupnya menyadarkanku. Aku teringat Raihana. Perlahan wajahnya terbayang dimataku, tak terasa sudah dua bualn aku berpisah dengannya. Tiba-tiba ada kerinduan yang menyelinap dihati. Dia istri yang sangat shalehah. Tidak pernah meminta apapun. Bahkan yang keluar adalah pengabdian dan pengorbanan. Hanya karena kemurahan Allah aku mendapatkan istri seperti dia. Meskipun hatiku belum terbuka lebar, tetapi wajah Raihana telah menyala didindingnya. Apa yang sedang dilakukan Raihana sekarang? Bagaimana kandungannya? Sudah delapan bulan. Sebentar lagi melahirkan. Aku jadi teringat pesannya. Dia ingin agar aku mencairkan tabungannya.

Pulang dari pelatihan, aku menyempatkan ke toko baju muslim, aku ingin membelikannya untuk Raihana, juga daster, dan pakaian bayi. Aku ingin memberikan kejutan, agar dia tersenyum menyambut kedatanganku. Aku tidak langsung ke rumah mertua, tetapi ke kontrakan untuk mengambil uang tabungan, yang disimpan dibawah bantal.

Dibawah kasur itu kutemukan kertas merah jambu. Hatiku berdesir, darahku terkesiap. Surat cinta siapa ini, rasanya aku belum pernah membuat surat cinta untuk istriku. Jangan-jangan ini surat cinta istriku dengan lelaki lain. Gila! Jangan-jangan istriku "serong"?.

Dengan rasa takut kubaca surat itu satu persatu. Dan Rabbi ternyata surat-surat itu adalah ungkapan hati Raihana yang selama ini aku zhalimi. Ia menulis, betapa ia mati-matian mencintaiku, meredam rindunya akan belaianku. Ia menguatkan diri untuk menahan nestapa dan derita yang luar biasa. Hanya Allah lah tempat ia meratap melabuhkan dukanya. Dan ya… Allah, ia tetap setia memanjatkan doa untuk kebaikan suaminya. Dan betapa dia ingin hadirnya cinta sejati dariku.

"Rabbi dengan penuh kesyukuran, hamba bersimpuh dihadapan-Mu. Lakal hamdu ya Rabb. Telah muliakan hamba dengan Al Quran. Kalaulah bukan karena karunia-Mu yang agung ini, niscaya hamba sudah terperosok kedalam jurang kenistaan. Ya Rabbi, curahkan tambahan kesabaran dalam diri hamba" tulis Raihana.

Dalam akhir tulisannya Raihana berdoa "Ya Allah inilah hamba-Mu yang kerdil penuh noda dan dosa kembali datang mengetuk pintumu, melabuhkan derita jiwa ini kehadirat-Mu. Ya Allah sudah tujuh bulan ini hamba-Mu ini hamil penuh derita dan kepayahan. Namun kenapa begitu tega suami hamba tak mempedulikanku dan menelantarkanku. Masih kurang apa rasa cinta hamba padanya. Masih kurang apa kesetiaanku padanya. Masih kurang apa baktiku padanya? Ya Allah, jika memang masih ada yang kurang, ilhamkanlah pada hamba-Mu ini cara berakhlak yang lebih mulia lagi pada suamiku. Ya Allah, dengan rahmatMu hamba mohon jangan murkai dia karena kelalaiannya. Cukup hamba saja yang menderita. Maafkanlah dia, dengan penuh cinta hamba masih tetap menyayanginya. Ya Allah berilah hamba kekuatan untuk tetap berbakti dan memuliakannya. Ya Allah, Engkau maha Tahu bahwa hamba sangat mencintainya karena-Mu. Sampaikanlah rasa cinta ini kepadanya dengan cara-Mu. Tegurlah dia dengan teguran-Mu. Ya Allah dengarkanlah doa hamba-Mu ini. Tiada Tuhan yang layak disembah kecuali Engkau, Maha Suci Engkau".

Tak terasa air mataku mengalir, dadaku terasa sesak oleh rasa haru yang luar biasa. Tangisku meledak. Dalam tangisku semua kebaikan Raihana terbayang. Wajahnya yang baby face dan teduh, pengorbanan dan pengabdiannya yang tiada putusnya, suaranya yang lembut, tanganya yang halus bersimpuh memeluk kakiku, semuanya terbayang mengalirkan perasaan haru dan cinta.

Dalam keharuan terasa ada angina sejuk yang turun dari langit dan merasuk dalam jiwaku. Seketika itu pesona Cleopatra telah memudar berganti cinta Raihana yang datang di hati. Rasa sayang dan cinta pada Raihan tiba-tiba begitu kuat mengakar dalam hatiku. Cahaya Raihana terus berkilat-kilat dimata. Aku tiba-tiba begitu merindukannya. Segera kukejar waktu untuk membagi cintaku dengan Raihana. Kukebut kendaraanku. Kupacu kencang seiring dengan air mataku yang menetes sepanjang jalan. Begitu sampai di halaman rumah mertua, nyaris tangisku meledak. Kutahan dengan nafas panjang dan kuusap air mataku.

Melihat kedatanganku, ibu mertuaku memelukku dan menangis tersedu-sedu. Aku jadi heran dan ikut menangis. "Mana Raihana Bu?". Ibu mertua hanya menangis dan menangis. Aku terus bertanya apa sebenarnya yang telah terjadi.

"Raihana… istrimu..istrimu dan anakmu yang dikandungnya".
" Ada apa dengan dia".
"Dia telah tiada".
"Ibu berkata apa!".
"Istrimu telah meninggal seminggu yang lalu. Dia terjatuh di kamar mandi. Kami membawanya ke rumah sakit. Dia dan bayinya tidak selamat. Sebelum meninggal, dia berpesan untuk memintakan maaf atas segala kekurangan dan kekhilafannya selama menyertaimu. Dia meminta maaf karena tidak bisa membuatmu bahagia. Dia meminta maaf telah dengan tidak sengaja membuatmu menderita. Dia minta kau meridhionya".

Hatiku bergetar hebat. "Ke…. kenapa ibu tidak memberi kabar padaku?". "Ketika Raihana dibawa ke rumah sakit, aku telah mengutus seseorang untuk menjemputmu di rumah kontrakan, tapi kamu tidak ada. Dihubungi ke kampus katanya kamu sedang mengikuti pelatihan. Kami tidak ingin mengganggumu. Apalagi Raihana berpesan agar kami tidak mengganggu ketenanganmu selama pelatihan. Dan ketika Raihana meninggal kami sangat sedih, Jadi maafkanlah kami".

Aku menangis tersedu-sedu. Hatiku pilu. Jiwaku remuk. Ketika aku merasakan cinta Raihana, dia telah tiada. Ketika aku ingin menebus dosaku, dia telah meninggalkanku. Ketika aku ingin memuliakannya dia telah tiada. Dia telah meninggalkan aku tanpa memberi kesempatan padaku untuk sekedar minta maaf dan tersenyum padanya. Tuhan telah menghukumku dengan penyesalan dan perasaan bersalah tiada terkira.

Ibu mertua mengajakku ke sebuah gundukan tanah yang masih baru dikuburan pinggir desa. Diatas gundukan itu ada dua buah batu nisan. Nama dan hari wafat Raihana tertulis disana. Aku tak kuat menahan rasa cinta, haru, rindu dan penyesalan yang luar biasa. Aku ingin Raihana hidup kembali.

Dunia tiba-tiba gelap semua…..

Saturday, November 20, 2010

Ibu 2 kali Melahirkan Bayi Kembar Berlainan Warna Kulit Hitam dan Putih


Alison Spooner dan pasangannya Dean Durrant serta keturunannya telah menentang segala kemungkinan tidak hanya sekali, tapi dua kali. Tujuh tahun setelah satu kembar berkulit hitam dan satu kembar lainnya berkulit putih, ibu 27 tahun telah melahirkan bayi kembar keduanya dengan warna kulit berbeda bertentangan satu dalam 500.000.

Ketika putri pertama pasangan itu tiba pada tahun 2001, mereka heran melihat bahwa Lauren memiliki mata biru ibunya dan rambut merah, sementara dia kembar Hayleigh memiliki kulit gelap dan rambut, seperti ayahnya, Dean.
Jadi ketika Miss Spooner, dari Armada, di Hampshire, menemukan dia hamil lagi tahun ini, teman-teman dan keluarga bergurau bahwa mereka harus mengambil taruhan di atas hal yang sama terjadi lagi.

Dokter yang disampaikan para suster awal, karena ketakutan untuk kesehatan mereka, merasa lega untuk menemukan mereka dengan baik, tetapi juga kagum bahwa set kedua gadis kembar lahir dengan warna kulit berbeda.
Sebagai orang tuanya ditemukan saat gadis-gadis itu diletakkan berdampingan di ranjang rumah sakit, Miya menyerupai ayahnya dan Lea telah mewarisi penampilan ibunya.

Hal ini cukup langka untuk dua pasang kembar yang akan lahir untuk orang tua yang sama, tetapi kemungkinan mereka mewarisi kulit yang berbeda dan warna rambut dari ayah dan ibu mereka hanya dua juta.

Fenomena genetik hanya terjadi ketika dua telur terpisah dibuahi oleh sperma yang berbeda, tidak seperti kembar identik yang berbagi genetik mereka make-up yang telah dikandung dari satu telur dibuahi yang membelah menjadi dua embrio.
“Saya terkejut ketika saya pertama kali mengetahui aku hamil anak kembar lagi – tapi saya tidak pernah berpikir untuk satu detik mereka akan menjadi sama seperti waktu terakhir,” kata Miss Spooner. “Setelah bayi lahir mereka tidak bernapas dengan benar, sehingga mereka dibawa ke unit perawatan khusus.”
Konsultan perekrutan mantan menambahkan: “Itu tidak sampai sekitar lima hari setelah mereka lahir bahwa kita melihat mereka berdampingan untuk pertama kalinya. “Dan ketika mereka bersama-sama jelas bahwa ada yang lebih gelap dari yang lain. Sulit dipercaya. “

Dokter di Rumah Sakit Frimley Park, di Surrey, memutuskan untuk memberikan bayi pada 13 November melalui operasi caesar, 37 minggu dalam kehamilan, ketika scan mengungkapkan mereka berada di posisi sungsang.
Hal ini dapat menimbulkan komplikasi selama proses kelahiran yang dapat membahayakan kehidupan bayi.

Namun, meskipun awal kedatangan mereka, kedua gadis itu lahir dengan sehat, dengan berat Miya lloz dan Leah £ 4 5 £ 10oz. Ayah mereka Dean, 33, seorang tukang mengaspal yang berasal dari India Barat, mengatakan: “Itu adalah kejutan nyata untuk sistem ketika saya tahu kami memiliki anak kembar lagi.
“Saya tidak berpikir hal yang sama akan terjadi lagi. “Aku terpesona saat aku melihat mereka bersama-sama. Aku tidak tahu sampai saat itu bahwa ada semacam perbedaan besar antara keduanya.
“Itu jelas untuk melihat tapi mereka bergegas pergi setelah mereka lahir sehingga kita tidak menyadari sampai kami melihat mereka bersama-sama. Kami memiliki keluarga yang sangat khusus. “

http://wihans.web.id/001sari160810

***************************************


Umumnya bayi kembar yang lahir memiliki warna kulit senada seperti putih atau sama-sama hitam. Tapi ternyata ada anak kembar yang lahir dengan warna kulit berbeda yaitu hitam dan putih.

Dr Stephen Withers, dari klinis genetika interanasional menambahkan kondisi ini biasanya terjadi pada pernikahan ras campuran, yang mana satu telur memiliki dominan untuk satu warna kulit. Namun hal ini diakui cukup langka terjadi yaitu sekitar 1 dari 1 juta kehamilan, terutama jika bisa menghasilkan bayi kembar secara bersamaan.

Langkanya kondisi ini karena untuk memiliki dua sel telur yang dibuahi dengan gen warna kulit berbeda masih kurang umum terjadi, dan cenderung terjadi pada kembar fraternal. Namun diperkirakan hal ini bisa saja menjadi kondisi yang umum, seiring dengan semakin banyaknya pasangan ras campuran.

"Ibu berkulit hitam kemungkinan memiliki leluhur yang berkulit putih atau sebaliknya ayah berkulit putih memiliki leluhur yang berkulit hitam. Sehingga pada kondisi tertentu gulungan DNA yang mati menyebabkan bayi dari orangtua birasial ini hanya mewarisi pengkodean genetik untuk satu warna," ujar Peter Propping, mantan direktur Institute for Human Genetics di Bonn University.(ngobrolaja.com)

Tuesday, November 9, 2010

Manusia Sebagai Subjek dan Objek Bencana

Bencana demi bencana di negeri ini seperti tiada hentinya. Dari banjir bandang di Wasior, gunung Merapi meletus, hingga gempa dan tsunami di Mentawai.

Siapa atau apa sebenarnya yang memicunya? Satu hal yang pasti, manusia adalah objek yang menjadi korbannya. Tulisan ini mencoba menelisiknya dari perspektif teologis.

Perspektif Alquran

Dalam Alquran, setidaknya ada dua ayat penting yang berbicara tentang musibah (bencana alam) di antaranya "Apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)" (QS 42:30).

Kedua, "Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS 57:22)

Dua ayat ini memberikan gambaran tentang bencana. Ayat pertama mengungkapkan bahwa bencana itu disebabkan oleh tangan-tangan manusia. Ayat kedua mengungkapkan bahwa segala bencana di muka bumi itu sudah ada ketetapannya di sisi-Nya (takdir).

Ayat pertama mengaitkan bencana pada ulah tangan manusia, sedangkan ayat kedua mengaitkan bencana pada hak mutlak kekuasaan-Nya.

Sepintas, dua ayat ini kontradiktif, tapi sesungguhnya bisa diselaraskan jika diletakkan dalam konteksnya masing-masing. Dua ayat ini saling berhubungan membentuk simpul pemahaman tentang bencana dalam perspektif Alquran.

Bahwa bencana selalu terkait relasi manusia dengan alam dan Allah sekaligus. Allah pencipta semesta di mana manusia berada di dalamnya. Maka manusia adalah bagian dari semesta.

Menurut Ibnu Arabi, salah satu tokoh filsuf-sufi Islam, alam ini mencakup di dalamnya segala yang ada di bumi seperti batu, pepohonan, manusia, dan hewan adalah penampakan atau citra Allah.

Kalangan agawaman ortodoks menganggap Ibnu Arabi sesat karena pemikiran panteistik yang seperti ini, padahal tidak demikian. Karena Allah sendiri mengatakan, "Ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah" (QS 2:115).

Salah satu buku Quraish Shihab terbaru berjudul Dia di Mana-mana; Tangan Tuhan di Balik Setiap Fenomena (2010). Buku ini mengetengahkan bahwa dalam setiap fenomena alam, termasuk di dalamnya bencana, ada keterkaitan dengan Tuhan.

Tuhan, Manusia, dan Alam

Tuhan Maha Kuasa, tetapi Dia juga Maha Adil dan Maha Penyayang. Ini bermakna bahwa Tuhan tidak akan bertindak semena-mena terhadap makhluk-Nya meskipun Dia Maha Kuasa.

Semua bencana di muka bumi hakikatnya berada dalam wilayah kuasa Tuhan. Tetapi, wilayah ini terkait dengan sebab yang dibuat oleh manusia. Banjir, misalnya, itu terjadi karena salah satunya manusia melakukan penebangan hutan secara liar tanpa memperhatikan dampaknya.

Manusia tidak bisa mengatur besaran curah hujan yang turun, karena itu di luar kuasanya. Hujan adalah kuasa Tuhan. Maka ketika curah hujan tinggi, sementara tidak ada pepohonan yang menampung airnya, terjadilah banjir bandang.

Ada beberapa bencana yang juga berada dalam lingkup kuasa Tuhan, dan secara tidak langsung berkaitan dengan perilaku manusia. Alam dan manusia selalu terkait erat, karena manusia adalah bagian dari alam.

Dalam relasi demikian, kuasa Tuhan ada di situ. Jika bencana banjir disebabkan secara langsung oleh ulah tangan-tangan manusia, maka bencana yang tidak bisa manusia prediksi seperti gunung meletus, gempa, dan tsunami, bukan berarti tidak ada peran manusia di situ.

Manusia memiliki energi positif dan negatif. Dalam filosofi Tiongkok, energi itu disimbolisasi dalam bentuk Yin dan Yang. Dr. Masaru Emoto, ilmuwan kelahiran Yokohama Jepang, yang terkenal dengan teori airnya dalam salah satu karyanya, Messages from Water, membuktikan bahwa molekul-molekul air berubah-ubah tergantung energi yang diarahkan kepadanya.

Jika energi itu positif, maka molekul-molekul air itu akan bercahaya terang, tapi jika energi itu negatif maka molekul-molekul air itu akan redup dan gelap.

Demikianlah keterkaitan antara energi yang dipancarkan oleh manusia terhadap benda-benda di bumi. Semakin banyak energi positif yang dipancarkan melalui perilaku-perilaku manusia yang baik, maka alam akan semakin positif dan bersahabat.

Sebaliknya, semakin banyak energi negatif dipancarkan melalui perilaku manusia yang buruk, maka alam akan semakin negatif dan tidak bersahabat.

Dalam bahasa Alquran, "Siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah (atom) pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan siapa yang mengerjakan keburukan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.” (QS 99:7-8)

Keterkaitan antara Tuhan, manusia, dan alam ini menyadarkan manusia bahwa bencana itu lebih banyak disebabkan oleh tangan-tangan manusia sendiri, baik itu secara langsung maupun tidak langsung (melalui pancaran energi negatifnya).

Bencana demi bencana itu merupakan akumulasi dari relasi manusia dengan alam dan Tuhan yang timpang. Tuhan sudah berbaik hati memberi manusia hidup. Alam juga sudah berbaik hati menyediakan apa pun untuk manusia agar dikelola dengan baik. Tetapi, manusia malah berperilaku buruk terhadap alam dan Tuhan.

Manusia subjek bencana, sekaligus menjadi objek bencana. Segenap elemen dan lapisan bangsa, dari tingkat atas hingga bawah mesti segera introspeksi dan memperbaiki diri, jika memang ingin agar alam kembali bersahabat. (editor widodo)

Oleh Fajar Kurnianto,
Peneliti Institut Studi Agama Sosial & Politik (Isaspol) Jakarta
Tinggal di Jakarta

http://www.tribunnews.com/2010/11/03/manusia-sebagai-subjek-dan-objek-bencana

Menghadapi Musibah

Salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang muslim adalah sabar tatkala mendapatkan ujian atau musibah dari Allah SWT. Ujian yang diberikan oleh Allah kepada hambanya beragam macamnya. Bisa berupa kematian anggota keluarga yang dicintainya, hilang dan musnahnya harta benda yang dimilikinya akibat bencana alam, maupun kelaparan yang sedang melandanya. Semua ini adalah bentuk ujian dari Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.( yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. al-Baqarah [02]: 155-157).

Ujian itu diberikan oleh Allah SWT sebagai salah satu cara untuk mengetahui kadar keimanan seseorang. “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut [29]: 2-3).

Artinya, seseorang maupun masyarakat tidaklah terbukti mereka beriman jika mereka tidak tahan terhadap ujian yang menimpanya.

Selain itu, ujian merupakan salah satu wujud kecintaan Allah terhadap suatu kaum. Hal ini dikabarkan oleh Rasulullah Saw dalam hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, “Sesungguhnya Allah Azza wa jalla jika mencintai suatu kaum, maka Allah akan memberikan cobaan kepada mereka. Barangsiapa yang sabar, maka dia berhak mendapatkan (pahala) kesabarannya. Dan barangsiapa marah, maka diapun berhak mendapatkan (dosa) kemarahannya.”

Kalau kita berkaca pada sejarah umat Islam, Rasulullah dan para sahabat adalah generasi yang mendapatkan ujian dan musibah yang sangat besar dari Allah SWT untuk menguji kadar keimanan mereka.

Salah satu contohnya adalah yang diceritakan oleh seorang sahabat bernama Saad bi Abi Waqas ra, ketika terjadi peristiwa pemboikotan kaum muslimin di Makah oleh kafir Qurays. Beliau berkata tentang keadannya saat kaum muslimin mendapatkan embargo ekonomi oleh warga Makkah. ”Aku keluar di suatu malam untuk kencing. Aku mendengar gemericing di bawah air kencing. Tiba-tiba ada sepotong kulit unta kering. Lalu kuambil dan ku cuci, kemudian ku bakar, lalu ku tumbuk dalam air dan ku makan, maka selama tiga hari dengan itu aku menjadi kuat.” Kelaparan yang menimpa kaum muslimin saat itu tidak menjadikan mereka berpaling dari Allah dan Rasul-Nya.

Para sahabat benar-benar menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dalam al-Quran. “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [02]: 153).

Mereka juga memahami bahwa apapun yang menimpa mereka baik itu berupa musibah maupun nikmat yang datang dari Allah SWT itu merupakan sesuatu yang baik bagi mereka.

Rasulullah Saw bersabda: ”Aku kagum terhadap urusan orang yang beriman, karena seluruh urusannya merupakan kebaikan baginya. Jika mendapatkan kesenangan ia bersyukur, maka syukur itu adalah kebaikan baginya. Jika ditimpa kesulitan ia bersabar, maka sabar itu merupakan kebaikan baginya. Hal seperti ini tidak akan didapati pada seeorang kecuali orang yang beriman” (HR. Muslim).

Sikap seperti inilah yang saat ini harus dimiliki oleh kaum muslimin di Padang, Sumatera Barat dan wilayah lain yang beberapa waktu lalu mendapatkan musibah sebagai bentuk ujian dari Allah SWT. Yakinlah bahwa jika mereka menerima musibah itu dengan ikhlas dan tabah, maka pasti ujian itu akan menjadi penyebab Allah melenyapkan kesalahan-kesalahannya di hari kiamat. Tentu, bagi mereka yang meninggal semoga amal kebaikannya diterima oleh Allah SWT.

Momentum ini juga dapat digunakan oleh kaum muslimin yang tidak mendapatkan musibah untuk bersama-sama menggalang segala upaya untuk meringankan penderitaan yang dialami oleh saudara-saudaranya itu sebagai wujud dari ukhuwah Islamiyah. Mereka harus memberikan bantuan moril dan materiil secara maksimal untuk para korban bencana.

Terakhir, yang tidak kalah pentingnya adalah tanggung awab penguasa untuk melayani urusan rakyatnya yang sedang ditimpa bencana. Pemerintah bertanggungjawab penuh untuk membantu mereka keluar dari berbagai masalah yang diakibatkan oleh terjadinya bencana. Sebab Rasulullah Saw bersabda ”Pemimpin adalah penggembala, ia akan dimntai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. (HR. Bukhari Muslim).

Mudah-mudahan kita bisa mengambil ibrah dari bencana ini untuk segera kembali bertaubat kepada Allah dan semakin mendekatkan diri kita kepada-Nya. Sebab diakui atau tidak musibah ini selain sebagai ujian, juga peringatan (tadzkirah) kepada manusia agar tidak terus tenggelam ke dala jurang kemaksiatan. Wallahu a’lam. (shodiq ramadhan)

http://www.suara-islam.com/news/nafsiyah/peningkatan-nafsiyah/92-sabar-menghadapi-musibah

Untuk Kita Renungkan
oleh: Ebiet G Ade


Kita mesti telanjang dan benar-benar bersih
Suci lahir dan di dalam batin
Tengoklah ke dalam sebelum bicara
Singkirkan debu yang masih melekat..

Singkirkan debu yang masih melekat..

Anugerah dan bencana adalah kehendakNya
Kita mesti tabah menjalani
Hanya cambuk kecil agar kita sadar
Adalah Dia di atas segalanya..

Adalah Dia di atas segalanya..

Anak menjerit-jerit, asap panas membakar
Lahar dan badai menyapu bersih
Ini bukan hukuman, hanya satu isyarat
Bahwa kita mesti banyak berbenah

Memang, bila kita kaji lebih jauh
Dalam kekalutan, masih banyak tangan
Yang tega berbuat nista... oh
Tuhan pasti telah memperhitungkan
Amal dan dosa yang kita perbuat
Kemanakah lagi kita kan sembunyi
Hanya kepadaNya kita kembali
Tak ada yang bakal bisa menjawab
Mari, hanya tunduk sujud padaNya

hooo...hooo
hooo

Kita mesti berjuang memerangi diri
Bercermin dan banyaklah bercermin
Tuhan ada di sini di dalam jiwa ini
Berusahalah agar Dia tersenyum... ho..
du..du...du..du..du..
du..du..du..du..oh...
ho...ho...ho...
du..du..du..du..
Berubahlah agar Dia tersenyum


VIDEO LAGU UNTUK KITA RENUNGKAN

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER